BACAMALANG.COM – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur (Jatim) menganggap bencana banjir terjadi di Kota Batu dipicu banyaknya alih fungsi lahan resapan yang secara masif terjadi.
Wahyu Eka Setyawan, Manajer Kampanye atau Periset Walhi Jatim mengatakan, secara garis besar banjir di wilayah hulu seperti Kota Batu, salah satunya disebabkan oleh alih fungsi kawasan resapan dan tangkapan air.
Tak terkecuali, lanjut dia, kawasan hutan dan lahan hijau. Masifnya alih fungsi mengakibatkan curah hujan yang intensitasnya tinggi tidak mampu diserap dan ditampung oleh sungai, sehingga dampaknya adalah banjir.
“Karena banjir kemarin berasal dari wilayah atas yang notabene harusnya menjadi kawasan resapan dan tangkapan air,” ujarnya.
Ia melanjutkan, jika melihat dalam citra satelit, RTH kota batu belum sampai 30 persen, di sekitar 12-15 persen. Lalu, merujuk data citra satelit 348 hektar tutupan di Kota Batu hilang selama 20 tahun. Dari penghitungan citra satelit, total Kerusakan kawasan hutan di Kota Batu: 1295 hektar. Untuk hutan primer Batu kehilangan 113 hektar.
Terakhir, dari data yang dihimpun dari hijau 6.034,62 hektar menjadi 5.279,15 hektar dalam kurun waktu 2012 sampai 2019.
“Alih fungsinya bermacam-macam, ada yang dibuka untuk lahan pertanian, ada pula untuk kawasan wisata, perumahan, villa dan peruntukan lain,” paparnya.
Catatannya, adalah perlu peningkatan RTH, dengan menghentikan alih fungsi lahan di kawasan hutan dan lahan hijau. Selain itu mengembalikan ruang resapan dan tangkaan air melalu reforestasi kawasan yang gundul dan tawaran ekonomi berkelanjutan, seperti hutan pangan, hutan buah dan ekowisata. Ada aturan yang kuat untuk melindungi kawasan hutan, lahan hijau dan sumber mata air.
“Perlu review ulang revisi Perda RTRW Batu yang baru, serta menegaskan perlindungan kawasan hutan, lahan hijau dan sumber mata air, karena ini tidak jelas dalam RT/RW terbaru,” jelasnya. (yon/red)