Anak Jin dan Genderuwo, Sensitivitas Edy Mulyadi Menakar Kekuatan Lawan

Oleh : Dr. Riyanto*

Surya tenggelam, kilat menyambar, njedeerrr. Awan terbelah, tampak putih kemerahan.

“Aku tetap membela Kurawa !
Basukarno mengepalkan tangan.
Langit muram, Sri Kresna diam sejenak.
“Adikku, itulah tulisan dewata. Perang Bharatayudha harus terjadi. Kata-katamu sudah lama ditunggu.

Kurusetra akan banjir darah. Perang saudara, tak terbilang jatuhnya korban.
Basukarno berdiri gagah. Bukan semata faham jalan hidupnya. Tapi juga hilangnya angkara murka.

Di mana Kurusetra ?
Siapa Basukarno ?
Benarkah ada anak jin yang dibuang di beli Genderuwo?

Tampak pasukan burung melayang layang. Gatotkaca ada diantaranya.
Kencang kereta kencana melayang, di tarik empat kuda kehidupan, “Jibril, Izrail, Mikail, dan Isrofil …..

“Adikku, Basukarno.
Tarik kembali kata-katamu. Mintalah ma’af pada yang ada di seberang sana.
“Kakanda, apakah Basukarno tidak salah, bila minta ma’af.
“Apa salahnya ?
“Kakanda lupa tulisan Dewata. Bila perang tidak terjadi, angkara murka makin menjadi-jadi.

Indra ke tujuh Sri Kresna “tetrawangan, melihat perang segera pecah.
Tampak pasukan perang keras berlatih. Merah menyala, rumbai-rumbai, sesekali berkelebat pedang panjang.
Kadang berhormat, tak segan menebaskan senjata tanpa dipegang.

“Adikku, Bharatayuda harus terjadi. Tapi marilah Kita upayakan untuk berhenti.
“Saya harus bagaimana ?
“Datanglah di sebrang sana.
“Tidak !!!, lebih baik berkalang tanah dalam peperangan, daripada hidup tidak bisa menghina orang.

Semburat menjelang malam, “candiala” merah menggaris langit peraduan.
Basukarno semakin garang. Melesat pusaka panah Kunta Wijaya.
Gatotkaca menghindar, lari menembus jauh di ketebalan awan.
“Haee Gatot, Gatotkaca anakku. Paman pernah berjanji. Akan menghadap Tuhan bila bersamamu.

Panah Kunta Wijaya ditangkap Kalabendana. Creesss ….., menancap di ulu hati.
Melayang tak tentu arah, Gatotkaca gugur di tengah Kurusetra.
Basukarno berkacak pinggang, “mana yang lebih garang ?!

Pasukan dari A-martapura telah menyeberang.
Basukarno bertepuk dada, suara lantang; “Aku senopati pamungkas di medan perang.

Basukarno lari ?
Tidak !
Dia ingin segera menyelesaikan tugas suci.
Makin miris, terdengar samar suara mistis “kuntilanak, genderuwo, macan mengeong tidak seperti biasanya.

Basukarno benar-benar siap. Penjara adalah kawah “candradimuka …..
Hancurkan musuh sebelum menginjak Bumi …..
Tenggelamkan sebelum menyentuh pantai …..

Beranikah yang menyeberang ?
Bukan hanya Gatotkaca gugur.
Bharatayuda itu sampai Basukarno dan Kurawa hancur …..

Penjara hanya singgah untuk menguatkan otot tangan.
Pada saatnya, kuat menampar siapa saja …..

*Penulis : Dr Riyanto, Budayawan dan Akademisi Universitas Brawijaya (UB).
*Isi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis. (*)