Cegah Kerusakan, Museum Mpu Purwa Gelar Konservasi Koleksi Berbahan Batu

Petugas Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Kantor Wilayah XI Jawa Timur saat praktik konservasi cagar budaya berbahan batu dengan minyak atsiri di Museum Mpu Purwa Kota Malang, Rabu (7/6/2023). (Nedi Putra AW)

BACAMALANG.COM – Koleksi museum berbahan batu sebagai benda cagar budaya yang rata-rata berusia ratusan tahun sangat rentan retak atau rusak. Pada cagar budaya berbahan batu ini, lumut kerak maupun lichen merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan dan pelapukan. 

Pengembangan metode dan teknik konservasi berbahan tradisional mulai banyak dikembangkan, setelah sebelumnya digunakan bahan kimia tertentu. Salah satunya adalah minyak atsiri, bahan tradisional yang banyak ditemui di alam, dan dapat digunakan sebagai pestisida alami untuk mengatasi permasalahan ini.

Seperti yang dilakukan di Museum Mpu Purwa, Rabu (7/6/2023). Sejumlah koleksi Museum di Perumahan Griya Shanta, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Malang yang didominasi arca dari batu ini dibersihkan dengan minyak atsiri sebagai upaya konservasi benda cagar budaya.

“Kalau orang sekarang bilang, tujuannya biar glowing,” ungkap Agus Kiswanto, Kasubnit Pemeliharaan Cagar Budaya, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Kantor Wilayah XI Jawa Timur di hadapan sejumlah peserta pelatihan perawatan yang terdiri dari pemerhati budaya dari pengelola museum, mahasiswa serta guru.

Agus menerangkan, tujuan dari penyemprotan di permukaan batu tersebut adalah untuk membunuh organisme atau spora agar tak menyebar ke permukaan lainnya.

“Prosesnya disemprot, kemudian ditutup plastik dan ditunggu 24 jam untuk lumut dan sekitar 72 jam untuk lichen. Kemudian plastik dibuka dan dibersihkan lagi dengan mekanis kering atau mekanis basah, yakni dengan air, kemudian disemprot minyak atsiri lagi untuk menghambat penyebaran sporanya,” beber dia.

Sebelum praktik, imbuh Agus, para peserta diberi paparan terkait apa itu cagar budaya, bagaimana peran masyarakat dalam memelihara serta materi pelestarian untuk konservasi berbahan batu, mulai penghambatan pertumbuhan mikroorganisme menggunakan minyak atsiri dari serai wangi hingga menghilangkan noda dari proses kimia.

“Minyak minyak atsiri dari serai wangi ini hasil kajian kami di Candi Borobudur yang ternyata lebih efektif aplikasi,” tukasnya.

Ia menjelaskan bahwa usia artefak yang ada di sini kurang lebih sama, sehingga takaran atau campuran cairan minyak atsiri yang digunakan relatif sama.

“Namun perlakuannya yang harus dibedakan, untuk yang usianya lebih lama tentu saja cenderung rapuh, sehingga harus lebih berhati-hati. Misalnya tidak menggunakan sapu lidi atau sikat yang terlalu kasar,” urainya.   

Perawatan konservasi ini dilakukan secara berkala, tergantung kondisi cagar budaya masing-masing, terutama kelembaban lingkungannya. Jika terlalu lembab bisa dua tahun sekali harus ada treatment.

Menurut Agus, perawatan ini sangat penting. Pertama dari sesi estetika agar tampak terawat, dan dari segi konservasinya untuk menghambat mikroorganisme seperti rhizoma yang masuk ke pori-pori batu yang dapat menyebabkan pecah, retak dan lama-lama jadi rusak. Sementara lichen jika tidak dibersihkan akan mengandung asam oksalat yang dapat menurunkan kualitas material benda cagar budaya tersebut.

“Kalau saya lihat koleksi yang ada di Museum Mpu Purwa ini tidak terlalu parah dan masih dapat dikondisikan,” ujarnya.

Museum Mpu Purwa memiliki 136 koleksi peninggalan kerajaan-kerajaan Jawa kuno yang dibersihkan.

Analis Penetapan Cagar Budaya dan Koleksi Museum, Disdikbud Kota Malang, Harimet Sulistyono menuturkan, seluruh koleksi tersebut merupakan yang ditemukan di Kota Malang, berupa arca dan prasasti asli dan tidak ada benda duplikat.

“Perawatan koleksi museum ini dilakukan secara berkala dan bergantian, jadi kalau tahun ini sudah dikonservasi, dan tahun berikutnya kondisinya bagus, maka dilakukan konservasi benda lainnya,” ungkapnya.

Salah satu peserta, Nurul Hidayatus Shobikhah SPd, yang merupakan Kepala SDN Dinoyo 1 Kota Malang mengaku bahwa pelatihan kali ini sangat bermanfaat, mengingat ada 2 yoni di sekolahnya.

“Kami akan coba mempraktikannya, karena selama ini yoni tersebut dibersihkan hanya sikat pakai ijuk dan siram dengan air saja, jadi dengan ilmu hari ini, kami tertantang untuk mencobanya,” tegas dia.

Senada dengan Nurul, perwakilan Museum Panji di Tumpang, Ratna Arya menilai bahwa pelatihan ini penting untuk perawatan koleksi museumnya.

“Dahulu pernah ada kegiatan serupa di tempat kami, tapi untuk konservasi benda museum berbahan kertas,” ungkapnya.

Selain menerapkan di Museum Panji, ia akan menularkan ilmu ini kepada rekan-rekan sejawatnya yang bergerak di bidang permuseuman.

Konservasi perawatan di Museum Mpu Purwa ini berlangsung selama dua hari hingga Kamis, 8 Juni 2023.

Pewarta : Nedi Putra AW
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki