BACAMALANG.COM – Kasus AIDS di Kota Malang menjelang Hari AIDS sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Desember, masih cukup tinggi.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Malang, kasus HIV/AIDS tahun 2022 meningkat 152 kasus baru, dimana tahun 2021 terdapat 329, sedangkan tahun 2022 sebanyak 481 kasus.
Dari 481 kasus positif itu, 168 atau 34,9 persennya disumbang pasangan sejenis, khususnya laki-laki dengan laki-laki.
Dalam penanganan kasus HIV/AIDS, pihaknya secara umum masih mengacu pada Perda No 12 tahun 2010 tentang Pelayanan Kesehatan karena secara umum ada di perda tersebut.
“Kasus di Kota Malang masih tinggi, untuk penanganan AIDS membutuhkan sinergi semua pihak dan payung hukum (Perda),'” tegas Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Malang dr Umar Usman MM kepada BacaMalang.com, Jumat (16/11/2023).
Jika nanti ada perda, kegiatannya bisa lebih baik dan efisien, namun mesti ada kajian terlebih dahulu untuk menerbitkan regulasi.
“Kota Malang diharapkan segera memiliki Peraturan Daerah terkait HIV/AIDS karena kekosongan hukum terkait hal ini dapat menimbulkan praktek diskriminasi terhadap mereka,” terang pria alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini.
Di tingkat provinsi sudah ada Peraturan Gubernur terkait Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Sehingga regulasi itu bisa diturunkan menjadi Perda.
Perda dinilai penting untuk melindungi para kelompok kunci dari perlakuan diskriminasi, karena salah satunya meminimalisir perundungan terhadap transgender yang terjadi beberapa waktu lalu. Hal ini terjadi karena tidak adanya payung hukum yang melindungi.
Pemkot Malang beserta DPRD diharapkan bisa mengadopsi Keputusan Menaker Nomor KEP.68/MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja untuk bisa dijadikan poin di dalam penyusunan Perda.
Sementara itu, pencegahan HIV/AIDS dan TBC tidak hanya mengandalkan dokter, namun juga para aktivis atau mereka yang memiliki pengalaman terkait penyakit menular termasuk pasien itu sendiri.
“Mereka bisa menjadi agen untuk penanganan dini potensi penyakit menular seperti HIV/ADIS dan TBC. Banyak yang sudah ekspert, tapi tidak dilibatkan,” tutur pria yang juga Wakil Ketua PC NU Kabupaten Malang itu.
Penanganan harus melibatkan semua pihak yakni dari aspek perangkat daerah itu sendiri semestinya diketahui pandangan terkait pencegahan HIV seperti apa, apa yang sudah dilakukan, dan apa rencana ke depan untuk menyongsong eliminasi HIV tahun 2030.
Kedua, terkait layanan pelayanan kesehatan yang terdiri dari rumah sakit, puskesmas, klinik yang sudah PDP (Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan) yang sudah mendapatkan pelatihan untuk bisa melaksanakan tata kelola, pencatatan, pelaporan, serta pengobatan dan skrining untuk HIV.
Dari sini output yang diharapkan adalah saran apa saja yang perlu diperbaiki, kemudian beragam dukungan yang selama ini belum diberikan Dinas Kesehatan, dan lain-lain.
Pihak selanjutnya yang digandeng adalah LSM yang terdiri dari komunitas dan lembaga-lembaga yang mendukung terkait HIV.
Dinkes mengakomodir semua pihak yang telah membantu, seperti IWAMA, Paramitra, Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Netral, Sadar Hati, IGAMA, SSR Fatayat NU, dan lainnya.
Dikatakannya pihaknya akan meminta masukan-masukan dari mereka. Apa bentuk dukungan yang sudah mereka lakukan selama ini untuk program pencegahan HIV/AIDS, yang tentunya sudah banyak.
Mereka perlu memberikan masukan pada tatanan perangkat daerah dan juga layanan kesehatan agar program untuk pelayanan HIV/AIDS ke depan bisa lebih baik lagi.
Penanganan dapat pula menerapkan
strategi Temukan, Obati dan Pertahankan (TOP).
Temukan adalah upaya Dinkes menemukan pasien berpotensi tinggi terhadap HIV/AIDS, yakni dengan menggandeng sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti Iwama dan komunitas yang pernah memakai narkoba jenis suntik. Hal ini untuk mengoptimalkan dalam menekan kasus HIV/AIDS di Kota Malang.
Selanjutnya dilakukan langkah Obati melalui sejumlah puskesmas atau layanan kesehatan terdekat, sehingga pasien akan merasa diperhatikan.
“Langkah berikutnya adalah Pertahankan, hal ini karena pengobatannya membutuhkan proses lama, dan berkesinambungan. Karenanya TOP perlu bantuan dan dukungan semua pihak,” imbuh pria berjuluk Dokter Rakyat ini mengakhiri.
Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki