Oleh : Andyan Zamrud *
Hari ini kita semakin dalam memasuki era disrupsi dan perkembangan teknologi yang begitu masif dan cepat.
Percepatan di berbagai lini kehidupan, tak ayal menyebabkan kegagapan di dalam sebuah masyarakat.
Hal itu tidak terkecuali bagi organisasi massa atau organisasi mahasiswa. Belakangan setelah reformasi gerakan mahasiswa terus mengalami degradasi.
Penurunan kualitas dan kuantitas kader atau anggotanya juga sangat terasa. Pada fase peradaban yang sudah memasuki society 5.0 ini, tentu bagi organisasi yang tidak cepat beradaptasi maka akan kehilangan orientasi dan bahkan bisa mati.
Visi gerakan sebuah organisasi bukan lagi pada landasan ideologinya lagi, melainkan hanya gerakan yang bersifat politis.
Memang pada umumnya berorganisasi tidak bisa dilepaskan dari kegiatan politik pula.
Tetapi tentu tujuan utama organisasi bukan hanya soal politik. Harus ada sumber inti yang menjadi nilai dasar dalam sebuah gerakan organisasi.
Sementara sisi politik adalah aktualisasi lain dari kecakapan seorang pemimpin organisasi dalam mengakomodir kepentingan.
Tetapi motor utama gerakan adalah aktualisasi nilai-nilai dasar organisasi tersebut pada individual dan lingkungan sosial.
Belakangan ini sudah jarang sekali mendengar aksi mahasiswa yang mampu menjadi mitra kritis pemerintah.
Misalnya saja mendukung proses pembangunan baik manusia maupun sumber daya alamnya.
Tidak pula merumuskan bersama proses kebijakan dengan memberi usulan berbentuk policy brief kepada pemerintah.
Sehingga terkesan organisasi mahasiswa hanya entitasnya saja yang ada, tapi tidak bisa dirasakan manfaatnya.
Sebagai kader dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saya dalam acara LK 2 yang diselenggarakan oleh Koorkom ITS pada 22 Agustus 2023 mengungkapkan keresahan dengan mengutip pendapat Arief Budiman dalam bukunya : Teori Pembangunan Dunia Ketiga.
Menjelaskan bahwa untuk mengukur sebuah pembangunan maka perlu lima aspek diantaranya: kekayaan rata-rata, pemerataan distribusi, kualitas kehidupan, kerusakan lingkungan dan keadilan sosial yang berkesinambungan.
Dari lima aspek di atas saja sudah terlihat tidak ada yang berupaya diwujudkan lagi.
Menurut saya hari ini HMI sebagai gerakan mahasiswa tidak lagi menyentuh aspek mendasar pembangunan kualitas sumber daya manusia.
HMI sebagai gerakan mahasiswa sudah jauh dari kata pengabdian, HMI sudah tidak lagi menyentuh itu aspek mendasar pembangunan sumber daya manusianya ditinggalkan.
Selain itu saya juga menyatakan bahwa gerakan mahasiswa yang otentik itu lahir dari pikiran kritis para kadernya dan yang terpenting diwujudkan pada masyarakat.
Pada kondisi yang serba cepat sekarang HMI justru gerakannya melambat, tidak heran organisasi ini rawan hanya bergerak di ranah politik saja tidak otentik dan gerakannya cenderung sporadik tidak terintegrasi secara sistemik.
Saya sebagai mantan Ketua Umum HMI Komisariat FISIP Airlangga, ingin memaparkan keresahan atas permainan elit PB HMI yang terkadang terlewat batas.
Hal itu yang menyebabkan fokus gerakan di HMI memudar dan cenderung hanya bermain politik tanpa memberikan dampak pada masyarakat.
Apalagi hari ini memasuki eranya Artificial Intelligent (AI) sementara kader HMI masih sibuk pada dinamika internal saja.
*) Penulis : Andyan Zamrud, Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) FISIP Universitas Airlangga.
*) Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan bukan bagian dari BacaMalang.com