Kepala BNPT RI Berikan Penjelasan Usulan Rumah Ibadah di Bawah Kontrol Pemerintah

Kepala BNPT RI Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel,M.Si. Saat mengikuti rapat kerja dengan komisi III DPR RI (Humas BNPT RI)

BACAMALANG.COM – MUI sangat menyesalkan usulan yang disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah.

Menurut Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menjelaskan usulan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

“Usulan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan jiwa dan semangatnya UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang mengatakan : “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,” jelasnya.

Selain itu juga bertentangan jiwa dan semangatnya seperti dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.

“Bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Jadi kebebasan beribadah dan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi,” terangnya.

Oleh karena itu jika Kepala BNPT mengusulkan agar rumah ibadah diawasi dan dikontrol oleh pemerintah ini jelas sebuah langkah mundur dan mencerminkan cara berfikir serta bersikap yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sudah dibangun dan kembangkan selama ini  secara bersusah payah.

Anwar juga menegaskan, cara berpikir Kepala BNPT tidak baik karena mengarah pada kepemimpinan tirani.

“Cara berpikir dan bersikap yang disampaikan oleh Kepala BNPT tersebut jelas-jelas tidak baik dan tidak benar karena mengarah kepada corak kepemimpinan yang tiranic dan despotisme yang lebih mengedepankan pendekatan security approach dan mengabaikan pendekatan-pendekatan yang lebih bersifat dialogis, objektif dan rasional,” jelasnya di kantor MUI.

“Cara-cara kepemimpinan seperti ini biasanya dipergunakan orang dalam kepemimpinan yang bersifat otoritarianisme dan itu sudah jelas tidak sesuai jiwa dan semangatnya dengan falsafah dan hukum dasar negara  kita yaitu pancasila dan UUD1945,” pungkasnya.

Sementara itu, menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum MUI, Kepala BNPT RI, Komjen Pol. Prof. Dr. Rycko Amelza Dahniel, M.Si menjelaskan, mekanisme kontrol di tempat ibadah ini diusulkan dengan menekankan pentingnya melibatkan masyarakat setempat dalam pengawasan, bukan kontrol penuh dan sepihak oleh pemerintah. Hal itu diusulkan pada rapat bersama Komisi III DPR RI pada Senin lalu (4/9/2023).

“Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat,” terang Kepala BNPT, Selasa lalu (5/9/2023).

Lebih lanjut Rycko menjelaskan, mekanisme kontrol ini tidak mengharuskan pemerintah mengambil kendali langsung, melainkan mekanisme yang dapat tumbuh dari pemerintah dan masyarakat.

“Bahwa pengurus masjid dan tokoh agama setempat bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran yang berpotensi radikal,” tandasnya.

Pendekatan yang diusulkan adalah melibatkan tokoh agama dan masyarakat setempat dalam memantau dan memberikan peringatan kepada individu yang terlibat dalam penyebaran pesan kebencian dan kekerasan. Rycko juga menekankan bahwa pemerintah sendiri tidak akan sanggup mengontrol semua tempat ibadah.

“Dengan melibatkan tokoh-tokoh agama setempat, atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah yang digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasaan, itu harus disetop,” terangnya.

Selanjutnya, mereka yang terindikasi menebar gagasan kekerasan dan anti moderasi beragama bisa dipanggil, diberikan edukasi, diberikan pemahaman, ditegur serta diperingatkan oleh aparat setempat. Apabila terjadi perlawanan atau mengulangi hal yang sama maka masyarakat dapat menindaklanjuti dengan menghubungi aparat.

“Kalau pemerintah yang mengontrol tak akan sanggup,” beber Rycko.

BNPT telah melakukan studi banding ke negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah. Namun, Rycko menyadari bahwa situasi di Indonesia berbeda, dan oleh karena itu, ia mengusulkan mekanisme kontrol yang bersifat kolaboratif dengan masyarakat setempat seperti tokoh agama, tokoh adat dan tokoh budaya sebagai alternatif yang lebih cocok untuk konteks Indonesia.

Kepala BNPT sendiri mengusulkan mekanisme moderasi beragama di rumah ibadah saat menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (Purn) Drs. H. Safaruddin, M.I.Kom yang menyinggung adanya karyawan PT KAI yang terpapar paham radikalisme beberapa waktu lalu.

Safaruddin juga mengatakan terdapat sebuah masjid yang berada di kawasan Pertamina Balikpapan, Kalimantan Timur yang kerap kali konten dakwahnya mengkritik pemerintah.

“Di Kalimantan Timur itu ada di Balikpapan itu Pak, masjidnya Pertamina tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak,” ujar Safaruddin.

Oleh sebab itu, usulan mekanisme kontrol yang digagas Kepala BNPT RI ini, bertujuan untuk menghormati nilai-nilai agama yang mengedepankan perdamaian, toleransi, dan kasih sayang.

“Seperti diketahui, konten pesan radikalisme bertentangan dengan prinsip-prinsip moderasi dalam agama. Mekanisme ini akan membantu memastikan bahwa isi pesan yang disampaikan di tempat ibadah sesuai dengan ajaran agama yang menekankan kedamaian dan menghindari penafsiran yang keliru,” pungkas Rycko.

Pewarta : Rohim Alfarizi
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki