BACAMALANG.COM – Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya pos Malang (LBH pos Malang), Lokataru dan IM57+ Institute menyoroti putusan kasasi terhadap 2 terdakwa tragedi Kanjuruhan Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi dengan Nomor perkara 922/K/Pid/2023 dan 923/K/Pid/2023.
“Kami menyayangkan atas vonis ringan yang diberikan kepada kedua pelaku,” tegas Koordinator LBH Pos Malang, Daniel Siagian, dalam rilisnya, Jumat (25/8/2023).
Pihaknya menilai putusan kasasi ini menunjukan preseden buruk bagi penegakan hukum dan HAM, terhadap kejahatan kemanusiaan yang mengakibatkan korban ratusan nyawa dan luka-luka, terlebih lagi vonis yang dijatuhkan hanya pidana 2 tahun dan 2,5 tahun.
Ia menilai kasasi terhadap 2 terdakwa sangat ringan dan tidak berkeadilan bagi korban Kanjuruhan, dikarenakan pidana (dengan pasal 359 ; 360 KUHP ancaman hukumannya kurang dari 7 tahun) tidak sebanding, dengan dampak serius kejahatan kemanusiaan yang ditimbulkan.
Selain itu, berbagai kejanggalan persidangan (16 Januari 2023 – 16 Maret 2023) diperlihatkan dalam proses penegakan hukum yang sedang berjalan memperkuat indikasi peradilan sesat (Malicious Trial Process) terhadap para terdakwa yang diadili.
Pihaknya menilai ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (Intended to fail) yang semakin menguatkan Impunitas terhadap pelaku kejahatan kemanusiaan tragedi Kanjuruhan dengan tidak adanya pelaku level atas (Actor High Level) dan aparat yang menembakkan gas air mata yang diadili dalam proses penegakan hukum.
Dirinya juga melihat bahwa tidak adanya keseriusan oleh Kapolri dalam mengembangkan kasus Kanjuruhan dan menjerat keterlibatan pelaku lain yang sampai sekarang belum diadili, dengan tidak adanya penyidikan lanjutan, terhadap kejahatan kemanusiaan ini.
Vonis ini jauh dari harapan keluarga korban, yang menginginkan pelaku dihukum berat dan memberikan rasa seadil-adilnya.
Sebelumnya para pelaku lainnya juga mendapatkan vonis ringan, yang dimana pelaku AKP Has Dermawan (Danki II Brimob Polda Jawa Timur) dan Abdul Haris (Ketua Panpel Pertandingan Arema FC) hanya divonis 1 tahun 6 bulan penjara, dan Suko Sutrisno selaku security office yang hanya divonis 1 tahun penjara.
Terlepas semua pelaku telah diadili dan mendapatkan vonis pidana, kasus ini belumlah tuntas karena hanya mengadili aktor lapangannya saja, dan belum mengungkap aktor high level di balik kasus ini.
Dikatakannya, dalam kasus ini sangat terlihat jelas bagaimana polisi dalam melakukan tugasnya sangatlah berlebihan (excessive of force).
Peristiwa ini memperlihatkan bagaimana polisi dalam melaksanakan tugasnya tidak melaksanakan serta tidak memahami, perihal tahapan-tahapan dalam penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Terlihat kesewenang-wenangan polisi dalam menggunakan gas air mata juga telah melanggar Pasal 2 ayat (2) yang menerangkan bahwasanya “Penggunaan kekuatan harus melalui tahap mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau Tersangka yang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum”.
Tidak hanya menyoroti terkait dengan vonis ringan yang dijatuhkan, pihaknya menilai bahwa Komnas HAM perlu segera melakukan penyelidikan dugaan Pelanggaran HAM Berat (sebagaimana diatur dalam UU 26/2000) untuk mengusut tuntas keterlibatan pelaku lain dalam kejahatan kemanusiaan ini secara berkeadilan bagi korban Kanjuruhan.
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan di atas, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan sikap :
Mendesak Presiden Joko Widodo, Menkopolhukam, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia untuk serius melakukan penyidikan lanjutan dalam menjerat keterlibatan pelaku level atas.
Mendesak Kapolri memecat Tidak Dengan Hormat terhadap Has Darmawan, Bambang Sidik Achmadi dan Wahyu Setyo Pranoto dari kesatuan Kepolisian Republik Indonesia;
“Terakhir kami mendesak Komnas HAM segera melakukan mekanisme penyelidikan pro-yustisia dugaan pelanggaran HAM berat dalam Tragedi Kanjuruhan sebagaimana diatur dalam UU 26/2000 Tentang Pengadilan HAM,” pungkasnya.
Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki