
BACAMALANG.COM – Sidang gugatan kasus melawan hukum atas penguasaan rumah milik Munif Afendi pemilik sah atas rumah di Jalan Mayjen Panjaitan 83 Kota Malang,
berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomer 1980, sebagaimana gugatan yang disebutkan dalam surat nomer 125/pdt G/2023/PN Kota Malang dengan tergugat Ludfi Adha Fabanyo.
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Malang, Selasa (8/7/2023) dengan agenda mediasi kedua. Sayangnya mediasi yang digelar belum ada kesepakatan, bahkan hakim mediasi terkesan tidak fair dalam memediasi pemohon dan termohon.
“Saya sempat emosi, karena klien saya tidak diberi kesempatan untuk bicara, bahkan tergugat justru banyak diberi kesempatan untuk bicara. Bahkan klien saya terus dipresser,” ujar Nanang, kuasa hukum H. Munif, Selasa (8/7/2023).
Lebih lanjut Nanang menjelaskan, sebelum melayangkan gugatannya, dirinya mempelajari bukti yang dimiliki kliennya.
“Waktu itu klien saya H. Munif datang kepada saya, setelah saya pelajari ternyata bukti sertifikatnya akurat, standing legalnya otentik dari produk negara. Produk BPN tidak ada yang cacat dan tidak ada yang keberatan kalau ada yang keberatan ya monggo ke jalur hukum, ini institusi publik, jika perdata ya ke pengadilan jika pidana ya ke polisi,” jelasnya.
Seandainya kalau memang ini produk tidak benar yang salah bukan kliennya.
“Yang salah bukan Munif, kliennya, yang salah kan negara (BPN), karena ini bukan mencetak sendiri. Karena ini sah dan legal, dirinya menggugat,” bebernya.
Upaya penyelesaian secara kekeluargaan yang dilakukan Munif, tidak mendapat tanggapan dari pihak Ludfi Adha Fabanyo.
Dan mediasi yang dilakukan pada Kamis 15 Juni 2023 lalu, gagal.
Karena mediasi gagal, Munif melalui kuasa hukumnya, Nanang Rostiono pun terpaksa memberikan deadline atau tenggat waktu selama 12 hari kepada pihak yang menguasai rumah di Jl Mayjen Panjaitan No 83 Kota Malang tersebut untuk mengemasi barang-barangnya.
Nanang Rostiono menyampaikan, bahwa objek rumah di Jl Mayjen Panjaitan, Kota Malang, sah secara hukum milik kliennya berdasarkan Sertfikat Hak Milik Nomor : 1980.
“Kami memiliki bukti otentik yaitu Sertifikat Hak Milik atas nama bapak Munif Afendi, dan berdasarkan itu klien kami berhak menguasai, memiliki dan menempati sesuai atas hak yang diberikan oleh negara,” jelas Nanang Rostiono.
Anehnya, rumah milik Munif Afendi di Jl Mayjen Panjaitan 83 Kota Malang, hingga saat ini masih dikuasai pemegang SHGB kedaluwarsa.
Sementara, Munif Afendi, menceritakan awal pembelian rumah tersebut.
“Awalnya Ibu Entin menawarkan rumahnya ke Pak Bisri. Karena Pak Bisri tidak mau, kemudian ditawarkan ke saya. Rumah saya bayar lunas setelah jadi sertifikat hak milik (SHM) atas nama saya,” terangnya.
Munif juga menjelaskan, pemilik rumah sebelumnya Entin Rochyatin berjanji akan membantu mengosongkan rumah tersebut.
“Bu Entin berjanji akan membantu mengosongkan rumah tersebut, agar orang yang menempati rumah tersebut bisa keluar. Namun, faktanya sampai saat ini masih ditempati pak Bisri,” jelasnya.
Selaku pemilik sah rumah tersebut, Munif belum dapat menempati karena adanya pelarangan dari Muhammad Bisri, mantan Rektor UB, yang mengaku orang suruhan dari Ludfi Adha Fabanyo.
Sedangkan Ludfi Adha Fabanyo menguasai objek tersebut, jelas Nanang, berdasarkan pengakuan memiliki SHGB yang sudah tidak berlaku alias kedaluwarsa.
“Awalnya Entin Rochyatin melaporkan kehilangan SHGB Nomor 30 atas nama suaminya ke polisi, setelah itu mengurusnya ke BPN dan dikeluarkanlah SHGB baru atas nama Entin Rochyatin selaku ahli waris dari almarhum suaminya,” terang Nanang, kuasa hukum Munif.
Munif Sendiri mengaku sudah dua kali menemui M. Bisri. Tahun 2017 secara kekeluargaan, dirinya menemui Bisri pada bulan Desember, bahwa rumah ini sudah dibelinya. Ia juga sempat menanyakan kira-kira kapan Bisri mengosongkan rumah, tapi nampaknya Bisri tidak ada iktikad baik untuk mengosongkan rumah tersebut.
“Yang kedua pada Bulan Desember tahun 2022 bulan, saya datang ke rumah pak Bisri dan disaksikan beberapa saksi, saya menanyakan lagi kepada pak Bisri kok belum mengosongkan. Waktu itu jawaban Pak Bisri “saya kan cuman kontrak uang saya mana?”, dan saya menanyakan lagi, Pak Bisri kontrak ke siapa, Pak Bisri menjawab saya kontrak ke Ludfi dengan dasar SHGB kedaluwarsa,” terangnya.
Ironi sekali apa yang dialami Munif, pemilik SHM dikalahkan dengan SHGB yang kedaluwarsa.
Dalam kasus ini, Prof. Bisri turut menguasai rumah tersebut dengan status sebagai penyewa dari seorang yang bernama Ludfi Adha Fabanyo. Rumah seluas 244 meter persegi tersebut, saat ini digunakan untuk tempat usaha kuliner oleh anaknya M.Bisri
M. Bisri malah menyatakan di salah satu media, bahwa rumah dan bangunan yang selama ini ditempati usaha anaknya tersebut adalah milik negara, dan dirinya menyewa kepada negara.
“Rumah itu milik negara, dan saya menyewa kepada negara dari tahun 2012 hingga 2035. Nanti akan saya kembalikan kepada negara lagi,” ungkapnya.
Ironisnya, setelah menyatakan bahwa rumah tersebut adalah milik negara. Mantan Rektor UB periode 2014-2018 itu, juga mengakui dirinya menyewa rumah tersebut dari Ludfi Adha Fabanyo. Dirinya juga menyebut bahwa Ludfi Adha Fabanyo adalah ahli waris rumah tersebut. Bahkan, M.Bisri mengaku bahwa rumah tersebut dulunya adalah milik ibu kandungnya.
“Bisa saya jelaskan, rumah itu dulunya milik Ibu saya (ibu M.Bisri), kemudian Pak Fabanyo menikah lagi dengan Entin Rochyatin selaku istri muda, yang saya tidak tahu pernikahannya itu seperti apa. Dan saya menyewa rumah itu dari Ludfi (Ludfi Adha Fabanyo) selaku ahli waris anak dari Entin lain bapak,” terang M.Bisri.
Bisri juga menegaskan, dirinya melakukan sewa menyewa rumah di Jl Mayjen Panjaitan no 83, secara sah dan notariil di hadapan Notaris Beni Bosu (Alm).
Karena rumah tersebut, dulunya diakui M. Bisri milik ibunya, maka istri M. Bisri, Hj Titik Winarni mengajukan gugatan terhadap para tergugat. Salah satu diantaranya Munif Afendi (pemilik sah dengan SHM 1980) sebagaimana nomer surat 166/Pdt.G/2023/PN Kota Malang.
Pewarta : Rohim Alfarizi
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki