Meneropong Nasib Bursa Saham Indonesia di Bulan Januari

Oleh: Venus Kusumawardana, SE, MM*

Baru saja kita melewati tahun baru. Menapaki awal bulan di tahun yang baru pada 2023. Suka duka sudah kita rasakan pada tahun 2022, akan menjadi cerita.

Banyak investor saham yang mendapatkan “suka” keberkahan karena mendapatkan return yang cukup banyak pada rentang akhir Maret 2020 hingga 14 September 2022.

Data mencatat indeks IHSG tertinggi pada 14 September 2022 lalu di posisi 7.345, telah terjadi kenaikan sebesar + 3.396,29 point (+86,3%) dari indeks terendah pada 23 Maret 2020 di posisi 3.975.

Jika dalam rentang 2 Januari 2022 hingga 29 Desember kenaikan IHSG hanya naik +249,75 point (+3.7%), sempat tertinggi kenaikan pada 14 September 2022 +650,4 Point (+9,8%).

Tentunya dengan kenaikan indeks tersebut bagi investor sangatlah spektakuler jika sejak 2020 lalu +86%, yang tercermin dari dasar indeks yaitu kenaikan saham-saham individu yang tercatat di BEI sejumlah 833 emiten terhitung Januari 2023.

Ada pula Investor yang “duka” karena melakukan cut loss saat indeks terjun bebas, maupun tidak melakukan aksi buy saham-saham yang potensial dan tidak terdampak oleh pandemi saat indeks kembali arah awal naik sejak 27 Maret 2020.

Mereka tidak menyadari adanya potensi return yang ternyata cukup tinggi, dikarenakan kekhawatiran dalam masa kondisi pandemi Covid-19.

Berdasarkan data BEI, per 11 Januari 2023, IHSG, IDX80, dan indeks LQ45 terkoreksi masing-masing 3,9%, 4,1%, dan 4,5% secara year to date (ytd).

Sementara itu, November 2022, IHSG, IDX80, dan LQ45 turun masing-masing 0,2%, 1,4%, dan 0,6%, sedangkan Desember 2022 sebesar 3,3%, 7,4%, dan 7,1%.

Pada tulisan saya sebelumnya membahas apakah di bulan Desember adakah moment window dressing?

Yang ternyata tidak terlihat kenaikan yang signifikan sebagai tanda adanya moment window dressing.

Demikian tulisan selanjutnya tentang apakah di bulan Januari akan ada moment Januari Effek ? jawabannya pun tidak terlihat adanya moment tersebut.

Pada 2 Januari 2023 IHSG dibuka pada posisi 6.850 dan kemudian indeks terkoreksi terendah di posisi 6.557 pada 11 Januari 2023 lalu.

Dilihat dari analisa Teknikal, bahwa IHSG resistennya berada di posisi 7000 jika ditembus dan terlampaui, maka indeks akan mencoba resisten selanjutnya yaitu di posisi 7.111, 7.219 serta 7.345.

Jika menembus resisten tersebut maka akan terjadi melanjutkan arah up trand kembali. Namun sebaliknya, jika supportnya di posisi 6.820 di tembus, maka akan mencari kedalaman indeks yang baru yaitu di posisi 6.607 serta 6.509.

Support terendah di bulan januari ini telah menyentuh di posisi 6.557 pada tanggal 11 Januari 2023, sedangkan tanggal 13 Januari sedikit naik di posisi 6.600.

Maka jika support 3 nya tidak ditembus, maka akan ada potensi rebound semu ke potensi indeks ke kisaran 6.726-6.734.

Sedangkan indikator lainnya bahwa akan terjadi down trand terlihat telah terjadi deadcross pertama pada 10 Oktober 2023 antara MA 20 dengan MA 50.

Deadcross selanjutnya antara MA 20 dengan MA 100. Indikator selanjutnya yaitu telah terjadi deadcross kedua pada 10 Oktober antara MA 20 dengan MA 50. Deadcross selanjutnya antara MA 20 dengan MA 100.

Yang melatar belakangi terjadinya aksi penjualan dan penurunan indeks tersebut yaitu diantaranya para Investor merealisasikan retun (profit) sahamnya.

Karena dirasa keuntungannya sudah cukup banyak, baik investor lokal maupun investor asing. Dengan penjualan saham yang dilakukan oleh investor maka terjadilah penurunan indeks yang didominasi oleh penjualan yang dilakukan oleh investor asing. Maka terjadilah capital outflow.

Dari data, Dana asing tercatat keluar (capital outflow) dari pasar saham sekitar US$ 1,61 miliar atau Rp 25,1 triliun selama November 2022 hingga 12 Januari 2023, dibandingkan modal asing yang masuk (capital inflow) sebesar US$ 2,1 miliar selama semester II-2021 dan US$ 4 miliar selama Januari-Oktober 2022.

Sejumlah kalangan menilai, dana asing capital outflow dari pasar saham Indonesia tersebut menuju pasar yang menjanjikan return besar, seperti Asia Utara.

Hal itu terkonfirmasi pada tumbuhnya indeks-indeks saham di Kawasan tersebut. Per 11 Januari 2023, indeks CSI 300 Tiongkok melejit 14,2%, Hang Seng Hong Kong 8,4%, Nikkei Jepang 1,3%, Kospi Korea Selatan 5,5%, dan TAIEX Taiwan 4,3%.

Hal tersebut menunjukkan bahwa investor asing saat ini sedang proses menarik uang mereka dari pasar saham Indonesia.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal ini, termasuk ketidak pastian ekonomi, kondisi politik, atau perubahan dalam prospek investasi di negara lain termasuk kebijakan Indonesia, juga memantau perkembangan perang Rusia dan Ukraina juga melihat reaksi dan perkembangan potensi krisis pangan yang diprediksikan akan melanda dunia pada 2023.

Namun, untuk mengetahui penyebab pasti “capital outflow”, perlu analisis dan kajian lebih lanjut.

Salah satunya jika dilihat dari analisa teknikal. Bahwa posisi indeks Indonesia saat ini masih rentan terkoreksi, berada di posisi yang cukup tinggi seperti dijelaskan di atas.

Untuk dapat mencermati akan adanya potensi penurunan lanjutan jika beberapa support seperti yang saya jelaskan diatas ditembus. Maka terbentuklah gambar bahwa posisi indeks kita membentuk pola “down trand”.

Ada momentum selanjutnya untuk menguji IHSG, yaitu momentum menjelang Imlek. Bagaimana respon pasar menyikapi momentum tersebut.

Apakah bisa meningkatkan pembelian asing kembali sehingga harga saham saham akan terjadi kenaikan?

Atau tidak terjadi reaksi apa apa. Jika terjadi aksi pembelian, apakah akan tembus pada resistennya yaitu 6.666, 6.691, serta 6.724.

Jika dapat melebihi tembus resistennya di 6.724 maka potensi naik kembali, meskipun kenaikan semu dan berat jika tidak di topang oleh volume dan value yang besar utamanya reaksi investor asing.

Berikut 21 saham Top Gainer di Januari 2023 (saham paling menguntungkan dengan nilai transaksi di atas Rp1 miliar) :

  1. AMIN naik 34,57 persen dengan nilai transaksi Rp 2,79 miliar
  2. ALKA naik 24,27 persen dengan nilai transaksi Rp 3,36 miliar
  3. AKSI naik 17,67 persen dengan nilai transaksi Rp 9,51 miliar
  4. APEX naik 15,38 persen dengan nilai transaksi Rp 6,23 miliar
  5. TMPO naik 15,23 persen dengan nilai transaksi Rp 1,65 miliar
  6. DPNS naik 6,18 persen dengan nilai transaksi Rp1,85 miliar
  7. MIKA naik 5,26 persen dengan nilai transaksi Rp 26,13 miliar
  8. PTIS naik 4,85 persen dengan nilai transaksi Rp 2,81 miliar
  9. DEWI naik 4,67 persen dengan nilai transaksi Rp 25,52 miliar
  10. PAMG naik 4,41 persen dengan nilai transaksi Rp1,26 miliar
  11. MTSM naik 4,32 persen dengan nilai transaksi Rp1,27 miliar
  12. TMAS naik 4,17 persen dengan nilai transaksi Rp 5,04 miliar
  13. SLIS naik 3,75 persen dengan nilai transaksi Rp 40,65 miliar
  14. BCIC naik 3,38 persen dengan nilai transaksi Rp 5,29 miliar
  15. CPIN naik 3,08 persen dengan nilai transaksi Rp 40,40 miliar
  16. AMRT naik 2,55 persen dengan nilai transaksi Rp 83,67 miliar
  17. DGIK naik 2,41 persen dengan nilai transaksi Rp 6,12 miliar
  18. UNTR naik 2,17 persen dengan nilai transaksi Rp 264,83 miliar
  19. EAST naik 2,12 persen dengan nilai transaksi Rp 1,11 miliar
  20. ERTX naik 1,98 persen dengan nilai transaksi Rp 4,76 miliar
  21. OASA naik 1,96 persen dengan nilai transaksi Rp 2,44 miliar.

Dari saham saham di atas terlihat mayoritas adalah saham dengan lapis kedua dan lapis ketiga. Artinya saham saham lapis pertama kebanyakan masih kondisi terkoreksi.

*) Penulis: Dosen Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Venus Kusumawardana, SE, MM.

*) Disclaimer, ulasan disampaikan semata dalam konteks teori dan informasi sebagai bahan pertimbangan, serta analisa dalam kapasitas menjelaskan, tidak untuk merekomendasikan.

*) Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan bukan bagian dari BacaMalang.com