Mengenal Ndhalungnesia, Pengusung Musik Elektronik Berbasis Tradisi Patrol dari Jember

Ndhalungnesia, dari kiri- Danang Rianto, Akhmad Fauzan, dan Merak Badra Waharuyung asal Kabupaten Jember yang mengeksplorasi musik tradisional patrol dengan musik eletronik, saat tampil dalam penutupan Jatim Art Forum di Taman Krida Budaya Jawa Timur, Rabu (8/11/2023). (Nedi Putra AW).

BACAMALANG.COM – Dunia musik mengenal Musical Instrument Digital Interface (MIDI) sebagai bahasa yang digunakan dalam instrumen musik elektrik, pengendali, komputer, dan peranti sejenis untuk berkomunikasi. MIDI berkontribusi besar pada revolusi industri rekaman, tepatnya saat diperkenalkan pertamakali pada tahun 1983.

Tercatat Fariz RM, salah satu musisi Indonesia yang cepat menanggapi kehadiran teknologi ini, seperti yang ia wujudkan dalam salah satu album solonya “Living In Western World” pada tahun 1987, dengan hits-nya “Barcelona”.

Sementara unsur musik etnik tak luput dari MIDI Programming ini, sebut saja grup fusion jazz Karimata, Krakatau maupun Emerald yang menghadirkan sejumlah komposisi etnik di beberapa album mereka.

Nuansa etnik modern ini kembali muncul lewat penampilan sebuah grup musik bernama Ndhalungnesia. Kelompok musik dari Kabupaten Jember, Jawa Timur ini digawangi tiga personel, yakni Akhmad Fauzan, Merak Badra Waharuyung dan Danang Rianto.

Bersama Arca Tatasawara dari Malang, mereka tampil sebagai bagian dari penutupan Jatim Art Forum Dewan Kesenian Jatim pada Rabu, 8 November 2023 lalu.

Para pendukung acara saat penutupan Jatim Art Forum di Taman Krida Budaya Jawa Timur, Rabu (8/11/2023). (Nedi Putra AW)

Akhmad Fauzan mengatakan, mereka mengusung musik kontemporer elektronik yang berbasis musik tradisi.

“Kebetulan kami dari Kabupaten Jember yang punya musik patrol, sehingga musik ini kami olah dan kolaborasikan dengan beberapa bentuk, salah satunya di musik elektronik ini,” ungkapnya kepada BacaMalang.com.

Akhmad Fauzan menambahkan, musik yang mereka tampilkan adalah gabungan antara patrol Banyuwangi dan Jember. Musik patrol dari Banyuwangi tersebut sebelumnya digarap di studio menjadi MIDI Programming, sementara patrol dari Jember dimainkan secara live lewat sejumlah instrumen aslinya, mulai suling, biola hingga tabuhan patrol bambu yang disertai olah vokal khas Osing.

Ia mengaku beberapa komposisi yang dihadirkan pada malam tersebut adalah yang pertamakali mereka susun dengan formasi baru, dimana sebelumnya format grup Ndhalungnesia ini adalah berbentuk band.

Pria asal Ambulu, Jember ini menuturkan, tidak mudah mentransformasikan musik etnik ke dalam format Electronic Dance Music (EDM).

“Bagaimana pun juga harus menguasai basicnya dahulu, dalam hal ini musik patrolnya. Hal ini tentu menjadi tantangan sendiri, namun untunglah kami juga punya dasar musik di karawitan,” ungkap pria yang sedang menyelesaikan studi di jurusan Etnomusikologi di ISI Solo ini.

Bersama Danang Rianto yang di jurusan yang sama serta Merak Badra Waharuyung yang sedang menempuh S2 di prodi penciptaan musik, Akhmad Fauzan berharap penampilan awal mereka ini dapat menjadi momen maupun motivasi agar dapat lebih banyak mengeksplorasi media atau jenis-jenis musik lainnya.

“Kami juga sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan musisi lainnya, baik itu dari Malang maupun daerah lainnya untuk memperkaya eksplorasi musik tanah air,” tandasnya.

Penampilan Ndhalungnesia ini diberi catatan khusus oleh musisi Malang, Redy Eko Prastyo. Redy, pentolan grup Duo Etnicholic ini mengatakan, Ndhalungnesia berhasil memberi kesan yang elegan kepada penontonnya lewat nuansa tradisional dengan instrumen-instrumen etnik berupa suling, patrol banyuwangi, vocal khas Osing yang menghanyutkan dengan pola mem-bounding hasil sampling suara etnik lokal Osing serta pukulan perkusive, rhythm yang coba direinterpretasi dalam sajian musik-musik EDM.

“Musik mereka membawa suasana untuk merayakan warisan budaya Jawa Timur, serta mengajak penonton terutama para pendengar dari Gen Z untuk masuk dalam perjalanan musikal yang menyusuri wahana suasana tradisi, masa depan dengan warna dark, keemasan tapi sedikit blur,” ungkapnya.

Pencetus Festival Dawai Nusantara ini menambahkan, Ndhalungnesia mampu menyampaikan pesan kebudayaan dan identitas Jawa Timur melalui musik mereka, lewat instrumen-instrumen tradisional seperti gamelan, angklung, dan kendang, yang diolah dengan kreativitas luar biasa melalui pola sampling menggunakan midi controller, pad, serta sistem yang ada pada umumnya di musik elektro.

“Mereka berhasil mengukuhkan budaya Jawa Timur sebagai warisan yang patut dibanggakan, dimana penonton merasa terhubung dengan akar budaya daerah melalui setiap nada yang dimainkan,” tukasnya.

Redy berharap penampilan mereka menjadi inspirasi bagi semua yang menyaksikannya untuk menjaga dan mempromosikan keberagaman budaya di daerah ini.

Pewarta : Nedi Putra AW

Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki