Pengukuhan 4 Profesor Lintas Ilmu di UB, Libatkan Penelitian Penanganan Genangan Air hingga Deteksi Penyakit Secara Mandiri

Dari kiri-Prof. Cahyo Prayogo, S.P., M.P., Ph.D, Prof. Setyo Tri Wahyudi, S.E., M.Ec., Ph.D, Prof. Dr. Ir. Ussy Andawayanti, M.S., IPM dan Prof. Akhmad Sabarudin, M.Sc., Dr.Sc yang dikukuhkan Sabtu (14/10/2023) di Samantha Krida UB. (Nedi Putra AW)

BACAMALANG.COM – Universitas Brawijaya (UB) Malang kembali mengukuhkan 4 orang profesor lintas ilmu. Keempat guru besar dari berbagai fakultas dan keilmuan mulai dari Teknik Sumber Daya Air, Ilmu Kimia Analitik dan Material, Manajemen Sumber Daya Hutan dan Lahan serta Ilmu Ekonomi ini dikukuhkan di Gedung Samantha Krida UB, Sabtu (14/10/2023).

Mereka adalah Prof. Dr. Ir. Ussy Andawayanti, M.S., IPM., dari Fakultas Teknik (FT), Prof. Akhmad Sabarudin, M.Sc., Dr.Sc., dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Prof. Cahyo Prayogo, S.P., M.P., Ph.D., dari Fakultas Pertanian (FP) serta Prof. Setyo Tri Wahyudi, S.E., M.Ec., Ph.D., dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).

Pada pengukuhannya, Prof Ussy menjelaskan model pengendalian genangan dengan Urban Smart Solution Integrated – ecodrain (USS-Ie). Model ini ditujukan untuk mengendalikan genangan akibat dinamika perubahan tata guna lahan secara cerdas di perkotaan hingga Zero Run Off.

“Model penanggulangan ini dilakukan secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan. Perbedaannya dengan model penanggulangan genangan yang telah ada adalah hanya secara individual treatment saja, yakni secara drainase konvensional,” ungkapnya dalam jumpa pers, Jumat (13/10/2023).

Menurut profesor ke-343 di UB ini, model USS-Ie ini efektif agar Zero Runoff segera tercapai. Secara teknis, imbuhnya, prinsip model ini adalah prinsip menyimpan air, di mana air tidak dibuang di saluran lain, tapi ditampung atau diresapkan di dalam tanah.

“Hanya saja kelemahan model ini membutuhkan partisipasi semua pihak. Mulai dari pemerintah dan juga masyarakatnya,” jelasnya.

Sementara Prof. Akhmad Sabarudin, M.Sc., Dr.Sc. mengembangkan Teknologi Nanomaterial untuk Pemisahan dan Deteksi Biomolekul. Dijelaskan Profesor ke-344 di UB ini, ia telah berhasil mengembangkan teknologi nanomaterial yaitu monolit polimer organik nanopori dan nanopartikel logam untuk pemisahan dan deteksi biomolekul secara cepat, teliti, dan akurat.

“Teknologi ini dapat mengurangi pemakaian jumlah bahan kimia dan menghasilkan limbah yang lebih sedikit sehingga lebih ramah lingkungan daripada teknologi pemisahan dan deteksi yang telah ada sebelumnya,” terang Profesor aktif ke-26 di FMIPA ini.

Prof Sabarudin mengaplikasikan nanopartikel pada media kertas sebagai perangkat diagnostik cepat (PDC) untuk deteksi virus hepatitis B dan deteksi dini penyakit ginjal, keunggulan PDC ini bersifat portabel, murah, handal, dan mudah digunakan oleh masyarakat umum.

Dari penelitian ini, tambahnya, nanomaterial memiliki peran sangat penting dalam pengembangan teknologi di bidang kimia analitik dan dapat meningkatkan sensitivitas, selektivitas, serta akurasi metode analisis.

Nanomaterial yang diintegrasikan dengan perangkat analitik berbasis kertas (μPADs) membuka jalan bagi pengembangan perangkat point-of-care testing (POCT) dengan akurasi yang tinggi, mudah digunakan, harga terjangkau, sensitif, spesifik, dapat digunakan di luar laboratorium, dan bisa dilakukan oleh pasien sendiri.

“Akurasinya sudah 95 persen. Dari model ini bukan hanya mendeteksi awal, namun kita bisa tahu seberapa parah sakit kita lewat angka yang muncul,” jelasnya.

Ketika ditanya bagaimana implikasi dari penggunaan alat secara mandiri dan cenderung murah meriah ini terhadap upaya cek ke laboratorium yang berbayar selama ini, Sabarudin menegaskan bahwa pada prinsipnya teknologi hadir untuk memudahkan, apalagi ini menyangkut bidang kesehatan.

“Teknologi ini tentunya akan sangat membantu para dokter dan nakes, karena masyarakat akan dapat mengetahui kondisi kesehatannya agar dapat segera tertangani dengan data yang valid, sehingga level kesehatan di Indonesia juga akan meningkat,” tandas Profesor aktif ke 185 di UB ini.

Profesor Cahyo Prayogo, sebagai profesor aktif ke-32 di Fakultas Pertanian (FP) menyampaikan konsep teknologi cerdas ‘CLIMO 1’, yang meliputi pemanfaatan dan pengembangan teknologi data sensor (teknologi di bumi) yang dapat merekam kondisi hutan dan lahan di atas permukaan dan pada saat ini (real time).

Lewat aplikasi ini dapat dilakukan monitoring data lapangan dari jarak jauh dengan citra satelit atau UAV (Unmanned Aerial Vehichle) (teknologi di angkasa)pada saat yang bersamaan.

“Keunggulan teknologi ini adalah pengumpulan data yang cepat dan akurat yang mendekati kondisi aktual di lapangan. Dengan demikian, nantinya dapat mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari kesalahan pengelolaan hutan dan lahan,” ungkapnya.

Meski demikian, imbuhnya, kelemahannya terdapat pada mahalnya infrastruktur yang harus dibangun.

“Selain itu masih harus dipertimbangkan sistem yang akan dikembangkan serta stabilitas dan kontinyuitas pengiriman data,” ujar profesor aktif ke-186 di UB yang juga guru besar pertama di bidang manajemen sumber daya kehutanan UB ini .

Sementara Prof. Setyo Tri Wahyudi, S.E., M.Ec., Ph.D dalam paparan ilmiahnya menawarkan Model IDMF Sebagai Antisipasi Dampak Inflasi Pada Kebijakan Penyaluran Kredit Dan Persaingan.

Konsep Inflation Delusions Management Framework (IDMF) ini merupakan pengembangan dari Monetary-Policy Invariance Hypothesis yang meyakini bahwa inflasi merupakan fenomena moneter.

Profesor aktif ke 26 di FEB ini mengatakan, IDMF sebagai bagian dari ilmu ekonomi moneter bertujuan untuk mengurangi terjadinya persepsi yang salah atau “distorsi” mengenai inflasi.

“Keunggulan IDMF ini adalah memudahkan masyarakat dan pelaku ekonomi dalam membentuk persepsi mengenai inflasi secara benar sehingga memberikan dampak yang positif pada kebijakan penyaluran kredit dan persaingan,” ungkapnya.

Profesor ke-346 di Universitas Brawijaya ini mengatakan kelemahan model ini bahwa upaya mengedukasi masyarakat atau pelaku usaha dalam membuat persepsi yang benar tentang inflasi bukanlah hal yang mudah, karena beragamnya latar belakang, perilaku, maupun preferensi.

Kesalahan persepsi di masyarakat sebagai pelaku ekonomi terkait inflasi dan harapan inflasi, telah mengakibatkan kebijakan pengendalian inflasi melalui kerangka target inflasi atau inflation targeting framework menjadi tidak efektif dan tidak optimal.

“Salah satunya lewat operasi pasar misalnya, yang hanya menyelesaikan masalah kenaikan harga kebutuhan pokok secara sementara waktu saja. Sementara di negara-nmegara tetangga harga kebutuhan pokok relatif stabil untuk masa-mas tertentu seperti menjelang hari raya atau tahun baru,” jelasnya

Dari hasil penelitian sebelumnya, bahwa inflasi juga dipandang tidak sensitif dalam membentuk perilaku individu terkait pengajuan kredit perbankan, karena melalui model IDMF, dilakukan perbaikan transmisi kebijakan moneter jalur ekspektasi dengan mengidentifikasi faktor pembentuk delusi inflasi yakni asimetri informasi dan distorsi harga.

“Oleh karena itu kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi dan distorsi harga dapat dilakukan dengan acara edukasi, sosialisasi, serta update informasi harga. Kalu perlu di setiap pasar tradisional dipasang pengumuman harga bahan pokok untuk seminggu atau sebulan ke depan,” tegasnya.

Pewarta : Nedi Putra AW

Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki