Perekonomian Sulit dan Gagal Panen, Tokoh Masyarakat Dampit Ajak Semua Pihak Cari Penyelesaian

Tokoh Masyarakat Dampit, Miskari. (ist)

BACAMALANG.COM – Saat ini potret kondisi perekonomian masyarakat pedesaan selain mengalami kesulitan ekonomi, juga tertimpa gagal panen. Atas adanya kondisi memprihatinkan ini, salah satu Tokoh Masyarakat (Tomas) Desa Sukodono, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Miskari, mengajak semua pihak duduk bersama mencari penyelesaian.

Saat ditanya berapa persen petani mengalami penurunan produksi karena gagal panen, Miskari mengatakan secara persisnya menunggu hasil Sensus Pertanian.

“Untuk angka pastinya saya tidak bisa menjelaskan, masih menunggu pelaksanaan sensus pertanian,” tukas Miskari, kepada BacaMalang.com, Jumat (16/6/2023).

Dikatakannya, gambaran hasil sensus pertanian seharusnya bisa dipelajari pemerintah desa, selanjutnya disosialisasikan untuk memotret kondisi potensi dan hambatan yang ada.

“Dari Sensus Pertanian, nanti akan muncul angka riil, yang bisa dijadikan bahan kajian untuk mencari jalan keluar,” terangnya.

Diungkapkannya, kondisi sekarang ekonomi masyarakat secara umum lesu/ turun.

Banyak indikator, hari ini peminjam BRI tunggakan macet pembayaran, semua sektor lain lesu, usaha mebel miliknya juga tidak jalan (macet) karena tidak ada dana karena tidak panen.

Ia mengatakan, komoditas di dusun, yaitu : kopi, dan pisang tidak panen.

“Kalau petani sawah beda meski harga tidak terlalu baik, kan ada salak. Tapi tidak semua punya salak dan ada yang baru tanam. Tanaman salak juga gak bisa tumpangsari,” imbuhnya.

Dijelaskannya, kalau tanah (lahan) kopi rusak, maka otomatis terbengkalai, kecuali ada Tanaman Kelapa, petani masih mengandalkan itu sebagian.

Ia memaparkan, jika ditanya solusi, maka jawabannya perlu kajian bersama untuk mencari jawaban dari sebuah persoalan.

“Kalau ditanya solusi, maka perlu kajian. Iklim ekstrim. Tanah ini kenapa.
Kalau tanah sakit, apa obatnya. Apa petani bisa diajak bersama untuk mandiri, atau apa perlu bantuan pemerintah,” lanjutnya.

Ia menuturkan, untuk komoditas apa yang cocok penjelasannya masih dicari.

“Karena semisal dibantu pemerintah sesuai kajian tersebut berdasar hasil sensus pertanian, mungkin bisa,” urainya.

Ia menyebutkan, kondisi mengenaskan juga terjadi pada tanaman buah lainnya, seperti durian dan manggis.

“Durian ada, tidak berbunga. Manggis ada, tidak berbunga. Ini terjadi khususnya di Dusun Sawur, dan Dusun Kampung Teh, Desa Sukodono Dampit. Kecuali petani punya Tanaman Salak,” tandasnya.

Miskari juga menyinggung soal komoditi kopi yang harganya naik, dan nasib petani kopi yang merana.

“Kopi harga melambung. Petani di daerah yang dulu sentra, sekarang gigit jari. Tanaman Kopi banyak yang mati, dan gagal panen,” ujarnya.

Lahan terbengkalai. Cuaca yang tidak menentu, ekstrem. Hampir semua petani gagal panen. Kecuali petani lahan hutan.

“Tetapi secara umum petani Sukodono tidak panen karena kopi gak berbuah dan tanaman meranggas,” terangnya.

Dijelaskannya, tanah sulit ditanami apapun. Bahkan, di beberapa wilayah hanya beberapa komoditi yang bisa panen.

“Sukodono yang panen hanya salak, dan untuk kelapa ya yang punya saja. Pisangpun gak baik sekarang,” paparnya.

Ia mengungkapkan pihaknya sudah melakukan diskusi terkait solusi, melibatkan Kades, Poktan dan petani.

Ada beberapa faktor penentu kesuksesan panen, meliputi iklim, kondisi tanah, dan ketersediaan pupuk,

Secara khusus ia menjelaskan soal pupuk. Yakni pupuk kimia sulit, pupuk subsidi tidak ada kouta untuk petani kebun. Sedangkan pupuk non subsidi mahal dan sulit.

Sementara untuk pupuk organik belum banyak edukasi, masih dianggap ribet.
Sedangkan untuk pupuk cair yang bisa dibuat belum ada ujicoba.

Diungkapkannya, belum ada rumusan bersama, kajian, penelitian, keterlibatan pemerintah dan akademisi, lalu perencanaan langkah di desa. Problem ini belum menjadi problem pemdes, perlu tokoh tani kumpul, bersama pemdes.

“Harusnya menyusun proposal. Kajian tanah dan iklim, atasi problem serta mengganti komoditas yang pas. Sektor lain kan juga mati kalau pertanian lesu. Jual rokok saja bisa gak laku,” imbuhnya.

Ia ingin pemerintah melihat potret ini dan membantu petani untuk mencarikan jalan keluar bagi para petani yang saat ini tengah dilanda kesulitan.

“Jangan hanya bilang kopi Dampit ikon. Tapi petani di desa asal kopi di Dampit merana. Saya dulu paling menentang kampanye soal kopi (olahan kopi, fermentasi dan lainnya) tapi meninggalkan pemikiran mensejahterakan petani,” pungkasnya.

Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki