BACAMALANG.COM – Suasana Stadion Kanjuruhan Sabtu (3/6/2023) menjadi berbeda karena tiba-tiba diliputi suasana mengharukan dan menyentuh rasa iba.
Betapa tidak, memperjuangkan keadilan dan mengenang 8 bulan Tragedi Kanjuruhan, puluhan keluarga korban mengunjungi Stadion Kanjuruhan menabur bunga di gate 13, dan menyuarakan sejumlah tuntutan.
Sembari menangis, mereka membawa bunga dan poster wajah korban, dan dipasang di gate 13 Stadion Kanjuruhan.
Mereka heran mengapa poster-poster wajah korban dilepas oleh orang tak dikenal.
Usai menabur bunga, keluarga korban dengan khusyuk memanjatkan doa bersama di depan pintu tribun yang paling banyak memakan korban tersebut.
Keluarga korban menyampaikan penolakan keras rencana pembongkaran dan renovasi Stadion Kanjuruhan karena mereka ingin stadion ini dijadikan museum, agar mereka bisa selalu mengenang saat-saat terakhir keluarga mereka.
Warga Pagelaran, Kabupaten Malang
Isatun Saadah (25), yang merupakan kakak dari korban meninggal Wildan Ramadani (16) menyuarakan aspirasinya.
“Kami menolak pembongkaran, karena ingin stadion ini dijadikan museum. Kita hanya ingin ini jadi monumen, sehingga anak cucu kita tahu terkait tragedi persepakbolaan di Arema ini,” tandasnya.
Ia mempertanyakan kelanjutan keadilan bagi keluarga mereka jika Stadion Kanjuruhan yang jadi saksi bisu tragedi yang menewaskan 135 jiwa ini dibongkar. Padahal rekonstruksi saja belum dilakukan di stadion ini, tapi hanya di halaman Polda Jawa Timur.
“Karena keadilan nyata-nyata tidak didapatkan untuk anak-anak kami di Bumi Arema ini. Kalau dibongkar, bagaimana nasib anak-anak kami yang mendukung Arema, sedangkan keadilan tidak ada untuk anak kami,” ujarnya.
Sementara itu, Warga Purwosari, Kabupaten Pasuruan orang tua dari Agus Riansyah (20), Rini Hanifah (37) mengungkapkan pihaknya menuntut laporan model B dilanjutkan karena laporan yang sudah masuk di Polres Malang sejak November 2022 berakhir hambar saat ini.
Mereka resah karena satu-satunya perjuangan menuju keadilan untuk para korban justru kini macet di tengah jalan.
“Laporan model B harus dilanjutkan terus, karena anak-anak kami tidak mati karena angin. Anak-anak kami nyata dibunuh, dibantai. Anak kita tidak demo tapi mencari hiburan untuk mendukung Arema, kenapa malah dibantai, apa salah mereka,” tukasnya.
Dalam Laporan Model B mereka menuntut rekonstruksi dilakukan secara transparan di Stadion Kanjuruhan.
Mereka merasa ada kejanggalan jika tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan justru rekonstruksinya di halaman Polda Jawa Timur. Ia menyatakan terlalu banyak kejanggalan dalam Laporan Model A Tragedi Kanjuruhan.
Tidak hanya itu, Rini Hanifa juga mengungkapkan kekecewaannya kepada Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo yang kini seolah-olah menutup mata pada tragedi ini. Padahal mereka sebelumnya dijanjikan akan mendapat keadilan seadil-adilnya. Tapi kini mereka justru ditelantarkan.
Dikatakannya, Presiden waktu di RS Saiful Anwar berjanji membantu usut tuntas tapi sekarang tidak terbukti.
Mereka juga menagih janji dari Ketua Umum PSSI, Erick Thohir yang juga menjanjikan usut tuntas sebelum terpilih jadi pucuk pimpinan federasi sepakbola Indonesia ini, namun setelah terpilih, lupa kalau pernah memiliki janji.
Ironisnya, mereka mengancam akan melakukan golput (golongan putih) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 karena tidak ada satupun instansi pemerintah yang mendukung perjuangan mereka. Mereka akan selamanya golput sampai keadilan Tragedi Kanjuruhan bisa terpenuhi.
Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki