BACAMALANG.COM – Kopi menjadi komoditas primadona bak magnet yang menarik minat orang mancanegara berburu kopi di Nusantara.
Di tengah beragam tantangan yang muncul mendera, petani kopi Dampit tak mau menyerah, berjibaku agar tetap survive menyuguhkan produk kuliner yang suka diminum para sufi, ahli tarekat, dan waliyullah tersebut.
Salah satu petani kopi Dampit yang sampai kini eksis dan sukses menularkan ilmunya kepada masyarakat luas, adalah Muhamad Tamin.
Ia menceritakan melalui program hulu – hilirisasi kopi, petani kopi Dampit bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang melakukan pengikatan produksi kopi Jatim.
”Kita mengembangkan Kopi Robusta karena topografi wilayah di 300 mdpl sampai 600 mdpl,” tegas M Tamin kepada BacaMalang.com, Sabtu (18/11/2023).
Dikatakannya, hal ini sangat cocok untuk Kopi Robusta, karena tempatnya dulu sebagian bekas kebun kopi Belanda.
Pihaknya yakin bahwa hasil kopinya sejak dahulu adalah bagian penyuplai kopi yang diekspor ke Eropa sejak 10 tahun terakhir.
“Kopi di wilayah kita mengalami penurunan sangat drastis, ditambah lagi dampak El Nino tanaman kopi kita banyak yang mati,” tukasnya.
Ia bersyukur karena pihaknya mendapatkan program Gemilang Kopi Kakao Jatim.
“Alhamdulillah di tahun ini kita dapat program Gemilang Kopi Kakao Jatim, sehingga dapat rehab kebun 20 ha dan dapat bantuan bibit kopi sebanyak 8000 batang ke kelompok tani,” terangnya.
Dituturkannya, dirinya menjalankan sinergi dengan berbagai pihak.
“Kebetulan kita ketuanya bibit dari puslit Jember dan didampingi Universitas Brawijaya Malang,” ungkapnya.
Ia merasa senang sering didapuk menjadi motivator.
Dirinya selalu intens bersinergi dengan BPP Dampit dan Disbun Jatim, juga sering menjadi motivator pemuda milenial, meningkatkan budidaya kopi dan peningkatan pengetahuan pasca panen melalui program Kementerian Pertanian RI.
Dipaparkannya, kopi hari ini sangat mahal bahkan sepanjang sejarah perkopian harganya mungkin yang tertinggi.
Karena kopi harganya di kisaran Rp 45 ribu sampai dengan Rp 50 ribu.
Tetapi bagi UMKM kopi sedih karena harga kulakan tinggi, dan berimbas omzet menurun sampai 50 persen.
Pihaknya sering berkomunikasi dengan UMKM kopi se-Jawa Timur melalui program yang disupport oleh Disbun Jatim yang diikuti oleh petani dan penyuluh dari daerah yang mempunyai kawasan kopi.
Ada Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Tulungagung, Pacitan dan lain-lain. Acara tersebut diselenggarakan oleh Disbun Jatim.
Sehingga dirinya bisa sharing dengan mereka untuk peningkatan nilai tawar dan jual kopi.
Ia berharap harga kopi stabil di harga ini, sehingga petani kopi lebih semangat dalam budidaya kopi.
Ia menjelaskan karena kopi mahal dan modal mengendap lumayan lama, sehingga modal diputar ke ternak Kambing, Puyuh, dan Mentok, agar roda ekonomi tetap berjalan.
“Kopi kita tetap jalan ke pelanggan tetap kita di seluruh Nusantara. Kita tidak berani promo karena stok terbatas, bahan baku sulit dan mahal,” imbuhnya.
Pemasaran dilakukan konvensional di grosir-grosir, dan toko oleh-oleh.
“Alhamdulillah setiap produk yang kita luncurkan mempunyai pasar khusus di kota Malang, Surabaya, Bandung, Kalimantan dan lain-lain. Rata rata akhirnya menjadi pelanggan tetap,” lanjutnya.
Diungkapkannya, kopi adalah bagian dari urat nadi ekonomi dunia.
“Kita sekolah dari kopi, mengkuliahkan anak dari kopi. Kita tidak malu jadi petani kopi, petani itu harus maju, mandiri dan modern dan selalu bahagia,” imbuhnya.
Ia menjelaskan produk kopi terlaris saat ini adalah kopi asalan (kopi rakyat) dengan segmen pasar menengah ke bawah dan sebagian terlaris adalah kopi premium.
“Omzet kita menurun dulu sebelum pandemi 1,5 ton/bulan bubuk terjual, saat pandemi 1 ton/bulan dan saat ini kurang lebih 500 kg /bulan,” sebutnya.
Ia mengemukakan harapan agar produksi kopi bisa meningkat, dan harganya terjangkau konsumen.
“Semoga ke depan produksi kopi tinggi, sehingga UMKM kopi tidak bingung mencari bahan baku,” pungkasnya.
Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki