BACAMALANG.COM – Ketidakefektifan PPKM Jawa-Bali disebabkan salah satunya oleh edukasi yang kurang masif kepada masyarakat. Hal ini disampaikan dr. Christyaji Indradmojo, SpEM dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
“Ketidakefektifan PPKM Jawa-Bali disebabkan salah satunya oleh edukasi yang kurang masif kepada masyarakat. Saya kurang sepakat jika masyarakat dinilai tidak disiplin. Pasalnya, kedisiplinan masyarakat terhadap protokol Covid-19 dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah teladan dari pemerintah sendiri, penegakan hukum yang kurang tepat dan kurangnya edukasi,” terangnya, Selasa (2/2/2021).
Sekilas informasi, Presiden RI Joko Widodo menilai pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali tidak efektif.
“Kami (nakes) dituntut tidak boleh memarahi pasien. Tidak boleh baper. Itu prinsip sederhana. Kalau Kita pendekatannya razia terus, tidak diimbangi edukasi, nanti terjadi resistensi (perlawanan) dari masyarakat itu sendiri,” kata pria kelahiran Ponorogo itu.
Teladan Rakyat
Dosen Pengampu Blok Kegawatdaruratan di Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Malang itu menjelaskan penanganan utama adalah edukasi kepada semua pihak.
Ia meminta petugas maupun pemerintah tidak tergesa-gesa membangun narasi bahwa masyarakat itu bandel, nakal dan tidak bisa disiplin.
“Semua pihak harus berhati-hati menilai masyarakat. Jangan bangun narasi masyarakat itu bandel. Nanti yang sebenarnya disiplin, menjadi tersinggung dan menimbulkan resistensi,” tuturnya.
PPKM Jawa-Bali ini, kata dia, kunci suksesnya ada pada semua pihak. Tidak hanya masyarakat yang disiplin, tapi pemerintah yang mampu menjadi teladan bagi rakyatnya.
Dokter usia 45 tahun spesialis emergensi medisin itu menegaskan, organisasi kesehatan dunia (WHO) justru menggarisbawahi penerapan jaga jarak (physical distancing).
Pada situasi dimana jaga jarak tidak memungkinkan, WHO menyarankan masyarakat di dunia untuk menggunakan masker.
“Jangan kebalik ya. Masker itu nomor 5. Saya bukan melegalkan tidak pakai masker. Tapi yang terpenting adalah jaga jarak. Kita kebalik konsepnya. Ini menunjukkan Kita tidak paham dan tidak sungguh-sungguh. Masalah utamanya adalah edukasi. Siapa yang perlu? Bukan hanya masyarakat saja. Pemerintah aparat dan lainnya juga perlu,” tegasnya.
Setuju Ada Hukuman
Dalam pemberian edukasi kepada masyarakat, Christyaji sepakat ada tindakan tegas dari aparat kepolisian maupun pihak pemerintah.
Pemberian hukuman bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan Covid-19 harus disesuaikan dengan edukasi yang cukup.
“Saya setuju tindakan tegas. Tapi itu ada urutannya. Kalau anak kita nakal, kita edukasi dulu, persuasif dulu. Pada titik tertentu, terpaksa Kita harus beri hukuman. Beri hukuman dengan menangis sedih karena Kita gagal memberikan edukasi. Jangan merasa bangga memberikan hukuman. Hukuman itu bukan menyiksa tapi menyadarkan. Jangan melakukan pendoliman. Itu akan memicu resistensi pada akhirnya,” jelasnya.
Tenaga Pendidikan Dilibatkan
Dokter yang konsen di bidang kegawatdaruratan dan bencana itu menekankan penguatan edukasi kepada semua pihak, bagi pemerintah, aparat, maupun masyarakat sipil.
“Saya belum pernah mendengar pemerintah melibatkan tenaga pendidikan. Di pendidikan sendiri ada banyak strategi bagaimana mendekati masyarakat. Pendekatannya berbeda-beda,” ungkapnya.
Dokter UIN Malang ke depannya berharap penerapan edukasi yang tepat bisa terwujud agar PPKM Jawa-Bali bisa berjalan efektif dan tepat sasaran, yakni menekan tingginya kasus Covid-19 di Indonesia. (*)