BACAMALANG.COM – Merespon laporan Bank Indonesia (BI) terkait cadangan devisa (Cadev) RI tinggi, Dosen Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Venus Kusumawardana, SE, MM, berharap ada kebijakan penyokong agar ekspor naik.
Hal ini disampaikan menanggapi statement Direktur Informasi tentang Bank Indonesia, Departemen Komunikasi, Junanto Herdiawan yang mengatakan meski mengalami penurunan, namun cadev Indonesia tetap tinggi (130,2 miliar dolar AS).
“Cadangan devisa menggambarkan bagaimana kondisi perekonomian di suatu negara. Perekonomian dalam rangka pembangunan sektor ekonomi dan menumbuhkan baik GDP maupun PDB di suatu negara, termasuk Indonesia. Cadangan devisa merupakan bagian penting dari perekonomian, terutama bagi negara negara yang menganut sistem ekonomi terbuka yaitu melakukan hubungan internasional seperti ekspor dan impor dengan negara lain,” tegas Venus, kepada BacaMalang.com, Rabu (9/11/2022).
Dikatakannya oleh karena itu devisa sangat penting, yang dibutuhkan salah satunya untuk membiayai pembangunan industri dalam negeri.
Besar kecilnya cadangan devisa dapat dipengaruhi oleh nilai ekspor. Dengan ekspor maka pemerintah akan mendapatkan devisa negara dari pembayaran hasil ekspor dengan mata uang asing utamanya Dollar USA.
Jika ekspor lebih besar dari import maka surplus neraca perdagangan terjadi, artinya negara tidak perlu mengeluarkan lebih banyak cadangan devisa negara untuk membayar perdagangan importnya karena telah tertutupi dari hasil pendapatan hasil eksport, bahkan negara akan mendapatkan kelebihan surplus yang diterimanya dalam bentuk devisa.
Demikian sebaliknya, jika devisit neraca perdagangan terjadi artinya jumlah import lebih banyak dari jumlah eksport, maka Negara harus mengeluarkan devisa negara kita keluar dari Indonesia.
Eksport dan importpun dapat dilakukan oleh perusahaan BUMN ataupun perusahaan swasta. Bagi pihak swasta dalam melakukan eksport hasil pembayarannya dalam bentuk mata uang asing harapannya dibawa kembali ke Indonesia sebagai devisa negara.
Fungsi devisa secara umum adalah untuk alat pembayaran dalam transaksi internasional. Meski demikian, fungsi lain dari devisa adalah sebagai alat pembayaran dalam perdagangan internasional, sumber pendapatan negara, alat pembiayaan hubungan Internasional serta, alat pembayaran utang luar negeri.
Maka dari itu, keberadaan devisa sangatlah mempengaruhi sektor ekonomi dalam suatu negara. Termasuk devisa merupakan kredibilitas bagi suatu negara.
Semakin besar jumlah devisa negaranya maka semakin besar pula pengaruhnya bagi negara lain.
Seperti halnya negara China salah satu negara yang memiliki cadangan devisa terbanyak di dunia. Cadev China di Bulan Agustus lalu dilaporkan sebesar US$ 3,232 triliun, artinya cadangan devisa Indonesia hanya 4,5% saja dari milik China.
Yang menarik, 10 besar negara yang memiliki cadangan devisa “segede gaban” didominasi oleh Asia, sayangnya Indonesia belum termasuk di dalamnya, bahkan masih jauh di bawah Jepang berada di urutan kedua dengan cadev sebesar US$ 1,424 triliun.
Kemudian ada Swiss di urutan ke-tiga, dan India di posisi empat, berhasil menggeser Rusia sejak Juli lalu.
Surplus transaksi berjalan (current account) dan foreign direct investment (FDI) menjadi kunci negara-negara tersebut dapat memiliki cadangan devisa yang jumbo.
China memiliki cadev terbesar di dunia sejak tahun 1998 hanya 4 kali saja mencatat defisit current account, dan sisanya surplus.
Lalu bagaimana perkembangan cadangan devisa Indonesia 5 tahun terakhir.
Posisi Cadangan Devisa RI pada 2021 Naik 6,56%. Tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Laporan Statistik Indonesia mencatat, cadev Indonesia mencapai US$144,90 miliar pada 2021.
Jumlah itu naik 6,56% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$135,89 miliar.
Sedangkan posisi cadev Indonesia pada akhir September 2022 tetap tinggi sebesar 130,8 miliar dolar AS, meski menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Agustus 2022 sebesar 132,2 miliar dolar AS.
Namun, cadev Indonesia pada akhir Oktober 2022 tetap tinggi sebesar 130,2 miliar dolar AS, meskipun sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2022 sebesar 130,8 miliar dolar AS.
Penurunan posisi cadev pada Oktober 2022 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Posisi cadev tersebut setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Bank Indonesia menilai cadev tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.
Jika Indonesia dapat mempertahankan surplus neraca perdagangan maka Indonesia dapat mempertahankan jumlah devisa negara tetap stabil atau bahkan bertumbuh.
“Saya berharap jumlah ekspor indonesia juga semakin ditingkatkan lebih tinggi lagi dengan berbagai potensi SDA yang dimiliki Indonesia,” tuturnya.
Ia mengungkapkan guna meningkatkan cadev dibutuhkan stabilitas dan prospek ekonomi nasional yang terjaga.
“Meningkatkan cadev negara ini harus didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi nasional yang terjaga, dan terus ditingkatkan, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya. (had)
