Seminar Awam KPCDI : Peluang Transplantasi Ginjal Masih Terbuka

Seminar Awam bertema "Transplantasi Ginjal Dalam Terapi Penyakit Ginjal Kronik" oleh KPCDI di Grand Darmo Suite Hotel, Surabaya, Minggu, (29/10/2023). (Nedi Putra AW)

BACAMALANG.COM – Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang berfungsi untuk menyaring zat limbah dalam tubuh dan mengeluarkannya melalui urin. Jika fungsi vital ginjal tidak normal, maka zat limbah tersebut tidak dikeluarkan sehingga dapat dapat memberi efek berbahaya bagi tubuh, dan jika berlanjut dapat pula mengakibatkan gagal ginjal.

Jika kondisi ini sudah terjadi pada seseorang, maka ada tiga terapi pengganti ginjal yang harus dilakukan orang tersebut, yakni cuci darah (hemodialisa); CAPD, sebuah metode cuci mandiri dengan cairan tertentu serta transplantasi ginjal, atau dikenal juga dengan cangkok ginjal, merupakan sebuah upaya medis yang bertujuan untuk menangani kondisi ginjal yang sudah tidak berfungsi dengan baik (gagal ginjal). Metode ini dilakukan dengan mengganti ginjal yang rusak dengan ginjal baru yang sehat dari pendonor.

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Surabaya menggelar Seminar Awam bertema “Transplantasi Ginjal Dalam Terapi Penyakit Ginjal Kronik” di Grand Darmo Suite Hotel, Surabaya, Minggu, (29/10/2023).

Seminar tersebut membahas tentang modalitas terapi penyakit ginjal dan apa saja yang harus diketahui serta mengenal metode serta prosedur tindakan transplantasi ginjal.

Seminar menghadirkan pembicara ilmiah dr. Nunuk Mardiana, Sp.PD-KGH yang membawakan topik ‘Transplantasi Ginjal & Dialisis: Apa Saja Yang Saya Harus Ketahui’, serta dr. Rheza Maulana Putra, Sp.U dengan topik ‘Mengenal Metode dan Prosedur Tindakan Transplantasi Ginjal’.

Sesuai tema yang diangkat, transplantasi atau cangkok ginjal menjadi perhatian utama peserta pasien cuci darah maupun pendampingnya, dari Surabaya maupun luar Kota Surabaya dalam seminar ini.

dr. Nunuk Mardiana menyampaikan, berbicara tentang peluang transplantasi di Indonesia, ia menilai bahwa bagaimana pun juga yang pertama harus ditinjau adalah dari segi biayanya.

“Sebetulnya harus dilihat dari segi biayanya dulu. Ada dana dari BPJS yang bisa mengkaver dengan tidak ada komplikasi dan sebagainya hingga paskatransplantasi, khususnya obat-obatan yang harus dikonsumsi setiap hari,” ujarnya.

Dikatakan dr. Nunuk, peluang transplantasi saat ini sebenarnya meluas, khususnya bagi pasien untuk mendapatkan donor ginjal. Kalau secara medis, imbuhnya, memang sudah ada sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi, khususnya kesamaan golongan darah, donor yang bebas penyakit dan sebagainya.

“Namun peluang bagi pasien gagal ginjal untuk mendapatkan donor itu bukan hanya dari faktor keluarga, misalnya orang tua kepada anak atau sebaliknya, namun bisa juga dari orang lain, dalam hal ini suami atau istri,” terangnya.

Namun dokter yang sebelumnya menjabat Kepala Instalasi Dialisis RSUD dr. Soetomo ini menegaskan bahwa hal ini sangat penting dari sisi hukum, yaitu tidak dilandasi pemikiran utama komersialisasi.

“Karena di sini jual beli organ tidak diperkenakan,” tukasnya.

Dokter Nunuk menambahkan, seperti di Eropa, potensi donor berkembang dari hubungan emosionalnya. Sehingga selain suami dan istri yang notabene orang lain, bisa juga dengan teman dekat atau sahabat. Meski demikian ia mengaku memang masih sulit untuk mengkoordinasikan semacam bank donor di Indonesia.

“Jika dibandingkan dengan Eropa misalnya, walaupun banyak negara tapi relatif mudah terhubung secara geografis. Misalnya ada istri atau suami seseorang menjadi donor tapi tidak cocok maka akan dapat segera ditemukan pasien lainnya yang cocok,” paparnya.

Oleh karena itu dr. Nunuk berharap hal ini dapat menjadi wawasan Komite Transplantasi Nasional (KTN) untuk mengatur semua ini.

Sementara dr. Rheza Maulana Putra, Sp.U lebih kepada pemaparan proses cangkok ginjal secara teknis. Staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini juga menunjukkan secara detail, ginjal bagian mana yang diambil dari donor hingga bagimana ginjal tersebut ‘disambung’ ke bagian penerima lewat presentasi dengan video animasi.

Namun dr. Rheza sebelumnya juga menginformasikan beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam proses transplantasi, mulai dari segi usia, biaya, target rujukan hingga advokasi.

“Saya juga berharap sistem di Indonesia akan semakin baik, salah satunya seperti sistem transplantasi di Belanda,” tandasnya.

Acara ini juga disertai dengan testimoni sejumlah pasien yang telah menjalani proses transplantasi dan dihadiri pula oleh founder dan Ketua Umum KPCDI Tony Samosir, dimana dia merupakan orang juga sudah menjalani cangkok ginjal.

Pewarta : Nedi Putra AW

Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki