Stadion Kanjuruhan Direnovasi, Pemerhati Hukum Sampaikan Sejumlah Catatan Penting

Eryk Armando Talla.(ist)

BACAMALANG.COM – Pemerhati Hukum Malang, Eryk Armando Talla, memberikan beberapa catatan penting terkait adanya renovasi Stadion Kanjuruhan.

Ia menuturkan, mengenai rencana renovasi atau pembangunan kembali Stadion Kanjuruhan kembali tentunya menjadi hak atau domain dari Pemerintah dalam hal ini Pemkab Malang bersama dengan Kementrian PUPR RI.

Dipaparkannya, normalnya hal itu sangat baik bagi pengembangan serta pembinaan potensi olahraga yang ada di Kabupaten Malang, tentu dengan adanya sarana dan prasarana olahraga yang baik maka potensi olahraga diharapkan dapat dikembangkan dengan baik.

Ia mengajak melihat Stadion Kanjuruhan dari sisi penegakan hukum terlebih dahulu.

“Namun demikian jika kita mengingat tragedi yang menelan korban 135 Jiwa meninggal dan ratusan korban luka, maka perlu dilihat Stadion Kanjuruhan dari sisi penegakan hukum terlebih dahulu,” tegas Eryk Armando Talla, kepada BacaMalang.com, Jumat (9/6/2023).

Ia mempertanyakan proses hukum apakah sudah selesai. Karena di tempat itulah Tempat Kejadian Perkara (TKP) tragedi Kanjuruhan.

“Apakah proses hukumnya sudah selesai atau belum ? Karena di tempat itulah Tempat Kejadian Perkara (TKP), stadion itu merupakan saksi sekaligus salah satu bukti atas kejadian itu,” imbuhnya.

Ia menjelaskan masyarakat umum mengetahui bahwa ada 2 laporan yang berjalan, laporan model A yang sudah Inkrach dan laporan model B yang sampai saat ini tidak jelas kelanjutannya.

“Jika memang laporan model B dinyatakan belum memenuhi unsur atau tidak cukup alat bukti, sebaiknya Aparat Penegak Hukum, wajib menyampaikan kepada masyarakat secara formil, tidak digantung seperti sekarang ini,” urainya.

Belum lagi perihal restitusi yang harus dibayarkan oleh pelaku tindak pidana melalui Pemerintah kepada korban.

Dimana restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga.

Dalam hal ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 tahun 2022. Perma yang terdiri dari 34 pasal dan 8 bab tersebut berlaku terhadap  permohonan restitusi dan kompensasi atas tindak pidana tertentu. 

Menurut Pasal 2  Perma, tindak pidana yang dapat dimohonkan restitusi adalah tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, diskriminasi ras dan etnis, tindak pidana terkait anak, serta tindak pidana lain yang ditetapkan dengan Keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hal tersebut di atas sangat penting dan urgent untuk dilaksanakan karena pemenuhan hak korban dalam bentuk restitusi maupun kompensasi adalah bukti nyata negara hadir di tengah masyarakatnya.

Menurut Pasal 9 Perma, permohonan restitusi tidak menghapus hak korban, keluarga, ahli waris dan wali untuk mengajukan gugatan perdata, dalam  hal : permohonan restitusi ditolak karena terdakwa diputus bebas atau lepas dari tuntutan hukum; dan permohonan restitusi dikabulkan dan terdakwa dihukum, akan tetapi terdapat kerugian yang diderita Korban yang belum dimohonkan restitusi kepada pengadilan atau sudah dimohonkan namun tidak dipertimbangkan oleh pengadilan.

“Dan kita semua tahu bahwa pengadilan telah memutuskan bersalah, atas proses hukum laporan model A, makan restitusi wajib dibayarkan,” paparnya.

Ia mengungkapkan, selain restitusi korban juga berhak menerima kompensasi.

Kompensasi dapat diterima oleh korban, keluarga korban atau wali korban, jika pelaku tindak pidana tidak mampu membayarkan restitusinya. Sedangkan yang diterima oleh korban selama ini hanyalah santunan.

Armando menegaskan, Indonesia adalah negara hukum maka seharusnya, negara harus tunduk pada hukum, Pemerintah menghormati hak-hak individu dan menjalankan peradilan yang bebas dan tidak memihak.

“Semoga ketiga hal tersebut bisa terpenuhi. Demi terwujudnya sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki