Temukan Alat Rekam Data Penerbangan, Kadispen TNI AU Paparkan Sejumlah Keterangan Penting

Kadispen TNI AU Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati. (ist)

BACAMALANG.COM – Pasca penemuan alat rekam data penerbangan dua pesawat TNI AU yang mengalami kecelakaan, Kadispen TNI AU Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati, memaparkan sejumlah keterangan penting, baru-baru ini.

“Tim Investigasi TNI AU menemukan dua bagian penting dari 2 pesawat EMB-314 Super Tucano yang jatuh di wilayah Pasuruan,” terang Marsekal Pertama TNI R. Agung Sasongkojati, kepada media.

Dua bagian penting tersebut, merupakan alat perekam data penerbangan, yaitu Video Data Recorder (VDR) dan Network Centric Data Cartridge (NCDC).

FDR yang ditemukan bentuknya tidak besar seperti pesawat biasa, namun kecil seperti memori handphone.

Alat (VDR dan NCDC) tersebut dibawa ke Lanud Abdulrachman Saleh Malang untuk mengetahui data awal mengenai apa yang terjadi pada saat kejadian.

Investigasi dilakukan Pusat Kelaikan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI AU (Puslaiklambangjaau) yang berjalan baik dan sesuai prosedur berlaku.

Dalam investigasi dilakukan upaya melihat berbagai unsur-unsur lainnya yang saling terkait, seperti unsur 5 M yaitu Man, Machine, Mission, Medium dan Management.

Karenanya penyelidikan, tidak bisa langsung disimpulkan, tetapi harus betul-betul perlu melihat data yang akurat.

Pihaknya berharap kepada warga yang berada di sekitar lokasi jatuhnya pesawat untuk memberikan informasi, berupa video, foto, maupun kesaksian ketika peristiwa itu terjadi.

Ia mohon kepada warga setempat serta para pecinta alam, yang kebetulan mendapatkan gambar atau video atau apapun itu, khususnya, yang menunjukkan ketika pesawat sedang terbang formasi di atas pegunungan, agar disampaikan kepada Dinas Penerangan Lanud Abdulrachman Saleh.

Pihaknya ingin pula mewawancarai saksi mata, terkait apa yang dia lihat, dia dengar, bukan hanya dari video, supaya bisa mendapatkan gambaran utuh apa yang sebenarnya terjadi.

Dikatakannya, penerbang pesawat anggotanya yang ditemukan jatuh di kawasan Pasuruan, sempat alami situasi “Blind” yang membuat penerbang tidak dapat melihat situasi di sekitarnya.

Sebelum terjadi Blind, penerbang nampak satu per satu terlebih dahulu melakukan penerbangan dan bergabung menjadi satu kesatuan formasi.

Namun secara tiba-tiba kondisi awan menjadi tebal dengan pekat, bahkan pesawat yang jaraknya dinilai dekat dengan jarak sekira 30 meter saja tidak terlihat.

Diungkapkannya, formasi dekat sekali, pada saat mereka climbing atau terbang ke atas, mereka masuk ke awan, in-out, in-out, artinya awan itu tipis-tipis saja. Para penerbang mengatakan blind, blind, atau buta, tidak melihat.

Dituturkannya, prosedur standar penerbang ketika situasi Blind perlu menjauhkan jarak dari pesawat lainnya.

Karenanya, dua pesawat telah mengikuti prosedur tersebut, yaitu terbang menjauh dengan pesawat-pesawat lainnya.

Dua pesawat selamat sebab melaksanakan prosedur melepaskan diri dari formasi seusai memasuki awan yang tebal itu, dan ini terekam semua di flight data recorder (FDR).

Diterangkannya, informasi perihal detik-detik sebelum pesawat hilang kontak, dirinya dapatkan berdasarkan dari dua penerbang yang selamat.

Pesawat dinyatakan dalam kondisi baik, penerbangnya baik, flight (Penerbangan) dari empat pesawat dengan delapan kru di dalamnya, semua menjalankan prosedur dengan baik, mulai dari pre take off, pre start engine baik.

Ketika Blind terjadi sebelum hilang kontak, kemudian sempat terdengar bunyi Emergency Locator Transmitter (ELT) dari satu pesawat, lalu bunyi serupa terdengar dari pesawat lainnya.

Dipaparkannya, terkait usia pesawat, dipastikan keduanya masih berusia muda.

Terdapat masa usia rangka, rangka bodi, dan sebagainya serta rata-rata setelah usia 30 tahun, dibutuhkan refurbish atau penguatan terhadap badan pesawat.

Usai melewati jam terbang tertentu pesawat harus diperbaharui dan ini dua-duanya pesawat muda.

Terlebih lagi, dua pesawat yang jatuh tersebut memiliki kemampuan yang sama dengan pesawat baru.

Pada bagian lain, ia mengungkapkan, dua pesawat tersebut memiliki teknologi kursi pelontar.

Dengan kecepatan 0,2 detik bisa melontarkan pilotnya dalam kondisi darurat. Ia tidak tahu kenapa kursi pelontar itu tidak digunakan.

Seperti diberitakan sebelumnya, dua pesawat milik TNI AU, yaitu EMB-314 Super Tucano dengan nomor ekor TT-3111 dan TT-3103 jatuh di area Watu Gede Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan, Kamis (16/11/2023) siang.

Untuk kru dari dua Super Tucano yang jatuh tersebut, masing-masing adalah :
Letkol Pnb Sandhra Gunawan sebagai front seater dan Kolonel Adm Widiono Hadiwijaya sebagai back seater di Super Tucano TT-3111.

Sedangkan Mayor Pnb Yuda A. Seta sebagai front seater dan Kolonel Pnb Subhan sebagai back seater di Super Tucano TT-3103.

Atas jasa-jasanya selama mengabdi, para korban mendapatkan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB). Dimana, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi.

Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki