Viral Kisruh Mesin "Mbrebet" Dugaan BBM Bercampur Air, Konsumen Dirugikan bisa Ajukan Gugatan Hukum ke Pertamina - BACAMALANG.COM

Menu

Mode Gelap
Fapet UB Kembangkan LENTERA, Sistem Modernisasi Peternakan Ayam Berbasis AI dan IoT untuk Segmentasi Peternak Kecil Kolaborasi SDN Sumbersuko dan Kepolisian, Gelar Sosialisasi Hadapi Bullying dan Bijak Media Sosial Jalin Kolaborasi dengan Thailand dan Kamboja, Universitas Ma Chung Gelar International Summer Camp Encounter 2025 Kenalkan Profesi Pedagang, Pos KB/PAUD Anak Cerdas Ceria Belanja ke Pasar Oro-oro Dowo The Bagong Adventure Museum Tubuh Terima Penghargaan Museum dengan Koleksi Replika Organ Tubuh Manusia Terbesar oleh MURI

MALANG RAYA · 1 Nov 2025 16:53 WIB ·

Viral Kisruh Mesin “Mbrebet” Dugaan BBM Bercampur Air, Konsumen Dirugikan bisa Ajukan Gugatan Hukum ke Pertamina


 Agus Subiyantoro SH, Wakil Ketua I DPC Peradi Kepanjen sekaligus Kepala BBHAR Kabupaten Malang.(Agus for Baca Malang) Perbesar

Agus Subiyantoro SH, Wakil Ketua I DPC Peradi Kepanjen sekaligus Kepala BBHAR Kabupaten Malang.(Agus for Baca Malang)

BACAMALANG.COM — Kasus dugaan kerusakan kendaraan akibat kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang tidak sesuai standar dari Pertamina belakangan ini ramai diperbincangkan publik. Sejumlah pengguna kendaraan bermotor mengeluhkan BBM yang diduga tercampur kotoran dan menyebabkan gangguan mesin. Keluhan tersebut viral di media sosial dan memicu desakan agar Pertamina bertanggung jawab atas kerugian konsumen.

Agus Subiyantoro SH, Wakil Ketua I DPC Peradi Kepanjen sekaligus Kepala BBHAR Kabupaten Malang, menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak hukum untuk menuntut Pertamina atas kerugian yang dialami. Menurutnya, jalur hukum yang dapat ditempuh meliputi gugatan perdata, gugatan class action, maupun pengaduan ke lembaga perlindungan konsumen seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

“Sebagai pengguna BBM, secara pribadi saya sangat dirugikan dengan seringnya servis kendaraan karena kualitas BBM yang jauh di bawah standar,” kata Agus Subiyantoro.

Ia menjelaskan bahwa dasar hukum yang dapat digunakan adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365 tentang perbuatan melawan hukum. Gugatan perdata dapat diajukan oleh konsumen yang mengalami kerugian secara langsung, baik materiil maupun imateriil. Sementara itu, gugatan class action dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat yang mengalami kerugian serupa dari peristiwa yang sama, seperti kasus pengoplosan BBM, berdasarkan Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Selain itu, masyarakat dapat melaporkan kasus ke lembaga perlindungan konsumen seperti BPKN. Tuntutan ganti rugi juga dapat diajukan bersamaan dengan proses pidana melalui kejaksaan, sesuai dengan Pasal 99 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Namun, agar tuntutan hukum berhasil, masyarakat harus dapat membuktikan secara valid bahwa kerugian yang dialami memang disebabkan oleh Pertamina. Bukti konkret seperti kerusakan kendaraan akibat bahan bakar yang tidak sesuai sangat diperlukan.

Agus juga mempertanyakan klaim kerugian Pertamina yang dinilai tidak masuk akal, mengingat harga jual BBM di Indonesia relatif tinggi dibandingkan negara lain seperti Malaysia. Harga Pertamax (RON 92) di Indonesia per 1 November 2025 tercatat mulai dari Rp12.200 per liter. Sementara itu, harga RON 95 di Malaysia per 30 September 2025 sekitar Rp7.864 per liter, berkat subsidi besar dari pemerintah Malaysia.

Meski menjual BBM dengan harga lebih tinggi, Pertamina kerap menghadapi isu kerugian yang disebabkan oleh beban subsidi, korupsi, dan inefisiensi bisnis. Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina tahun 2018–2023 mencapai sekitar Rp193,7 triliun. Sebagai perbandingan, perusahaan minyak Malaysia, Petronas, mencetak laba sebesar 16,32 miliar dolar AS atau setara dengan Rp266,45 triliun. Kedua perusahaan sama-sama memonopoli penjualan BBM di dalam negeri masing-masing.

Dikatakannya, banyak orang kerapkali membandingkan kinerja Pertamina dengan Petronas, perusahaan minyak milik pemerintah Negeri Jiran Malaysia. Meski harus diakui, skala maupun jangkauan bisnis Petronas jauh melampaui Pertamina yang sejatinya lebih dulu berdiri alias lebih tua.

Petronas berdiri pada tahun 1974. Sementara Pertamina yang awalnya bernama PT Perusahaan Minyak Nasional berdiri pada tahun 1957 dengan mewarisi sumur-sumur minyak peninggalan Belanda.

Petronas dianggap lebih maju dari Pertamina karena sejumlah faktor kunci, termasuk perbedaan kebijakan fiskal negara terhadap perusahaan migasnya, struktur aset yang lebih besar, dan model bisnis yang lebih fokus pada operasi global. Kebijakan pemerintah Malaysia mengizinkan Petronas untuk menahan sebagian besar labanya untuk investasi, sedangkan Pertamina lebih banyak menyetor pendapatan ke APBN sehingga dana investasi lebih sedikit.

Pewarta: Hadi Triswanto
Editor: Rahmat Mashudi Prayoga

Artikel ini telah dibaca 20 kali

badge-check

Publisher

Komentar ditutup.

Baca Lainnya

Malang Resmi Jadi Kota Kreatif UNESCO Bidang Media Arts Pertama di Jawa Timur

1 November 2025 - 16:31 WIB

HP Tertinggal di Dasbor Motor Saat Belanja di Bululawang, Polisi Tangkap Pencuri Berbekal Rekaman CCTV

1 November 2025 - 16:13 WIB

Kapolri Ajak Pemuda IMM Waspadai Geopolitik Global dan Jadi Garda Ketahanan Bangsa

1 November 2025 - 16:10 WIB

Kolam Bonderland Waterpark Diverifikasi, Siap Sambut Event Prestisius

1 November 2025 - 14:45 WIB

Program 1.000 Event Antar Kota Malang Raih Penghargaan Nasional, Didorong Jadi Kota Metropolitan dan Pendidikan

1 November 2025 - 07:00 WIB

Polemik Rencana Pembongkaran Tembok Griya Shanta, Warga Minta Pemkot Malang Dengarkan Aspirasi

1 November 2025 - 06:57 WIB

Trending di MALANG RAYA

©Hak Cipta Dilindungi !