BACAMALANG.COM – Meski sudah berkali-kali dirazia, warung kopi cetol di area Pasar Gondanglegi Kabupaten Malang, masih beroperasi di bulan suci Ramadan. Warung kopi yang sempat menyediakan layanan plus ini tetap buka saat personel Satpol PP Kabupaten Malang melakukan patroli pada Jumat lalu (7/3/2025).
Patroli menyisir tempat-tempat eks lokalisasi seperti Girun (Gondanglegi), Suko (Sumberpucung), dan Kalibiru (Kromengan). Dalam patroli tersebut, ditemukan tiga warung kopi cetol yang masih buka, menyesuaikan operasional Pasar Gondanglegi dari pagi hingga sore hari sekitar pukul 16.00 WIB.
Meskipun buka, tapi mereka menutup memakai kelambu (tirai gorden).
Sebelumnya, warung kopi cetol di kawasan tersebut digerebek petugas gabungan dari TNI, polisi, Satpol PP, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Malang pada awal Januari lalu, di mana ditemukan puluhan pramusaji, beberapa di antaranya masih di bawah umur. Namun dalam patroli terbaru, petugas tidak melakukan penutupan terhadap warung kopi cetol.
Agus Subiyantoro, SH, Wakil Ketua I DPC PERADI Kepanjen dan KaBBHAR Kabupaten Malang, menegaskan pentingnya mempertimbangkan kondisi perekonomian penjual dan pelayan warung kopi cetol sebelum mengambil tindakan penutupan. “Jangan asal ditutup, tapi perlu dipertimbangkan juga kondisi perekonomian penjual dan pelayannya. Yang penting tidak sampai mengganggu lingkungan atau orang-orang yang sedang berpuasa. Tidak ada pelayan yang berpakaian seksi dan tidak ada musik yang hingar-bingar,” ujarnya.
Agus juga menambahkan bahwa perlu bijak dalam menangani masalah ini. “Kalau mereka dipaksa tutup, apakah pemerintah akan menanggung biaya hidup mereka? Apalagi menjelang hari raya Idul Fitri. Intinya harus bijak,” tambahnya. Semua ini terjadi karena faktor ekonomi, bagaimana mempertahankan kelangsungan hidup dan eksistensi usaha di tengah-tengah kondisi perekonomian yang serba sulit. Harga barang naik, pajak naik, perizinan sulit, banyak PHK, dan mencari pekerjaan menjadi sangat sulit. Jadi, pemerintah dan masyarakat perlu bijak dalam menyikapi situasi ini agar kesejahteraan semua pihak dapat terjaga.
Dari telaah hukum yang berlaku, setiap tindakan penutupan usaha harus mempertimbangkan hak-hak ekonomi para pelaku usaha dan pekerjanya. Penegakan peraturan harus dilakukan tanpa mengorbankan mata pencaharian masyarakat. Di beberapa daerah lain, pemerintah setempat mengambil langkah bijak dengan memberikan pembinaan dan alternatif mata pencaharian bagi para penjual dan pelayan sebelum mengambil tindakan penutupan.
Jika menyangkut usaha sekelas warung kopi (warkop), maka ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja tidak bisa diterapkan. Untuk pemilik warung, yang penting jangan memperkerjakan anak di bawah umur karena bisa dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak. Dan akan lebih berat apabila memfasilitasi adanya perbuatan mesum. Jika hanya sebatas “pangku atau cetol”, maka hal tersebut lebih kepada masalah norma kesusilaan dan kesopanan saja.
Harapannya, dengan pendekatan yang bijak, kesejahteraan penjual dan pelayan warung kopi cetol dapat terjaga tanpa mengganggu ketertiban umum selama Bulan Ramadan. Sesuai dengan ajaran agama, dalam sebuah hadis disebutkan, “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Dalam konteks ini, sikap yang harus dilakukan saat melihat orang yang tidak menjalankan ibadah puasa, bahkan dengan terang-terangan di depan publik, adalah melarangnya dengan baik. Sebagaimana urutan langkah-langkah yang telah dijelaskan oleh Al-Imam Al-Ghazali, yakni dengan menjelaskan bahwa perbuatannya itu dilarang, menasihati, mencela pelakunya, dan mencegahnya dengan paksa. Ini semua jika mampu dilakukan, namun jika tidak mampu karena khawatir akan hal buruk yang menimpanya, maka harus menjauhi dan mengingkarinya dalam hati.
Pewarta: Hadi Triswanto
Editor: Rahmat Mashudi Prayoga