BACAMALANG.COM – Setiap hari kita menyaksikan banyak pengemis di traffic light yang berharap belas kasihan pengguna jalan. Keberadaan mereka kerapkali menimbulkan problematika baru tidak hanya permasalahan sosial, namun juga gangguan kenyamanan, dan kriminalitas.
Terkait hal ini, Akademisi Sela Rachmawati, S.Pd., M.Pd menuturkan kepada BacaMalang.com, jika terdapat sejumlah motif melatarbelakangi tindakan mereka serta solusi yang bisa dijalankan.
”Setiap minggu saya menyempatkan pulang ke rumah orang tua di Kabupaten Pasuruan tepatnya di Gempol, di pertengahan Kota Malang dan Surabaya,” tutur perempuan yang juga Dosen Universitas Jember tersebut, Kamis (21/12/2023).
Dikatakannya, ketika dirinya berlibur ke Taman Safari di perempatan Kecamatan Pandaan ia melihat ada anak-anak mengemis di lampu merah.
Sejenak dirinya merenung dan berpikir motif di balik anak-anak mengemis. Ia melihat anak-anak menadahkan tangan meminta sejumlah uang kepada para pemotor dan penumpang di atas angkutan umum perkotaan (angkot).
“Bahkan tak jarang juga saya melihat bayi dan balita diajak juga mengemis sebagai magnet penarik simpati orang agar memberikan sejumlah uang,” ungkapnya.
Ia menilai fenomena ini sungguh sangat memprihatinkan mengingat usia anak-anak masih dalam tahap perkembangan.
Berdasarkan penelitian ada sekitar 50% kecerdasan mulai terbentuk di usia 4 tahun.
“Masalah yang tercermin dari fenomena sosial ini adalah mengapa anak-anak rela menjadi pengemis dan bagaimana solusi untuk mengatasi problem yang dialami pengemis anak-anak,” tukasnya.
Dituturkannya, untuk mengurai permasalahan tersebut harus diketahui terlebih dahulu penyebab dari hulu ke hilir.
“Dari beberapa hasil kajian motif anak-anak terlibat dalam praktik pengemisan yang pertama adalah kemiskinan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, kondisi ekonomi yang sangat sulit dan dengan mengemis dianggap cara untuk mendapatkan sedikit uang atau makanan secara instan.
Motif kedua adalah pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua yang salah sehingga membuat anak menjadi korban.
Pengabaian kehadiran orang tua dalam mengasuh anak membuat anak-anak merasa terdorong dan nyaman hidup di jalanan.
Orang tua abai terhadap masa depan anak sehingga pendidikan tidak bisa diakses, hal ini berpengaruh terhadap cara pandang dan pola pikir serta membatasi peluang mereka di masa depan.
Motif ketiga adalah tidak ada perlindungan hukum atau sosial yang memadai.
Lemahnya pendidikan di Indonesia membuat anak-anak rentan terhadap eksploitasi.
Pencegahan pengemis anak-anak butuh melibatkan pendekatan komprehensif yang mencakup berbagai aspek kehidupan mereka.
“Yang pertama adalah yang paling dekat dengan anak-anak yakni orang tua,” imbuhnya.
Dukungan orang tua melalui pola asuh yang tepat dan efektif akan membentuk karakter anak yang tangguh dan kuat.
Sehingga mereka memiliki rasa percaya tinggi terhadap ortunya sendiri. Kehadiran orang tua tidak hanya fisik tetapi, kehadiran jiwa melalui proses merawat, mendidik, melindungi dan mendisiplinkan anak.
Pencegahan selanjutnya yakni melalui perlindungan hukum anak, harus dilakukan secara terus-menerus.
Termasuk jaminan hukum bagi kegiatan yang menaungi perlindungan anak.
Konten isi dari perlindungan anak memiliki beberapa aspek. Aspek pertama berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan hak anak .
Aspek kedua mengenai pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan tersebut.
“Diharapkan dengan memahami motif dan solusi bisa meminimalisir terjadinya fenomena pengemis anak-anak,” urainya mengakhiri.
Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki