Wanprestasi, Pengusaha Ayam Geprek Ternama Digugat

BACAMALANG.COM – Pengusaha ayam geprek, Septian Taufan Widayanto (32), warga Perum Permata Jingga, Kelurahan Tunggul Wulung, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang digugat  mitra kerjanya, Denny Eko Putra (30), warga Jl. Joko Tole Kauman, Kelurahan Besuki, Kecamatan Besuki, Kota Situbondo.

Taufan digugat terkait bagi hasil terhitung sejak Mei 2019 hingga Mei 2020. Selain itu, penggugat juga meminta untuk dibatalkan, karena tergugat diduga telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi).

Melalui Kuasa Hukumnya di kantor pengacara Edan Law, Denny telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Malang pada tanggal 2 Juni 2020 dengan materi gugatan perbuatan ingkar janji kepada owner frenchise ayam geprek Bensu di Malang ini.

“Awalnya, klien saya bersama tergugat dan satu orang lagi namanya Totok, melakukan kerjasama membuka usaha ayam Geprek. Modal dasar sejumlah Rp. 300 juta dari tiga orang, di bulan Juni 2017. Tentunya dengan prosentasi pembagian kepemilikan saham yang disepakati bersama,” kata Kuasa Hukum Penggugat, Sumardan di kantor Pengacara, Edan Law Malang, Rabu (3/6/2020).

Sumardan menambahkan, bahwa pada bulan Desember 2017 tergugat telah menghentikan kerjasama dengan Totok. Kemudian mengembalikan modal Rp 100 juta, ditambah kompensasi sebesar Rp 200 juta.

“Setelah Totok tidak lagi sebagai pemegang saham, maka penggugat dan terrgugat, bersepakat tetap mengelola usaha geprek dengan mendirikan CV Hehehe Corp. Sebagai bukti akta pendirian Perseroan Komanditer di hadapan Notaris Nurmudayani pada 12 Februari 2019,” imbuh Mardan.

Dalam pendirian akte itu disepakati sebagai pengurusnya yakni Denny sebagai Pesero Komantider. Sedangkan Taufan sebagai Pesero Pengurus (Direktur CV). Pembagian kepemilikan saham ini disepakati Denny sebesar 40 persen dan Taufan sebesar 60 persen.

Dari kerja sama itu saat ini usaha ayam geprek semakin berkembang bahkan telah membuka beberapa cabang outlet di beberapa tempat.

Selanjutnya, penggugat telah menerima pembagian keuntungan setiap bulan sebesar Rp 120 juta. Keuntungan itu, sudah diterima bulan Februari, Maret dan April 2019, hingga mencapai angka Rp 360 juta.

Namun sejak bulan Mei 2019, tergugat tidak melaksanakan kesepakatan dengan memberikan keuntungan sampai dengan bulan Mei 2020.

“Keuntungan yang tidak diberikan kepada penggugat diperkithjaba mencapai Rp 1,9 Milyar lebih. Tergugat tidak berlaku jujur atas usaha bersama, maka penggugat hendak mengakhiri kerjasama. Tentunya dengan membagi outlet serta mengembalikan Siup Ijin Usaha,” pungkas Mardan.

Sementara itu, penggugat mengaku secara lesan bahwa dirinya telah dipecat pada akhir April 2019 silam. Pemecatan itu melalui surat emai yang diterimanya pada bulan Juni 2019. Padahal keduanya berencana akan mengakhiri CV yang telah dibangun itu.

“Dengan pemecatan lesan itu, saya menjadi pasif. Sehingga selanjutnya ada kesepakatan pembagian 70 persen – 30 persen. Namun ia pun ingkar dari kesepakatan itu. Selanjutnya saya dipecat melalui surat email di bulan Juni 2019. Padalal sebelumya, kami berencana ke notaris untuk menutup CV. Saya sanggup tapi masih mempelajari dulu kesepakatannya,” jelasnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak tergugat belum memberikan tanggapan mengenai permasalahan ini. Wartawan media ini juga sudah mencoba menghubungi melalui Whatsapp. (lis/red)