PN Malang Gelar Sidang Pemeriksaan Setempat Objek Sengketa Rumah Dinas TNI

Sidang PS objek Sengketa rumah di jalan Kesatrian E-6, saat ini kantor Satsik Ajenrem 083/BDJ dipimpin langsung ketua Majelis hakim Harlina Reyes, SH. MH, dihadiri Penggugat dan Tergugat. (Humas PN)

BACAMALANG.COM – Sidang lanjutan dalam perkara perdata Nomor: 73/Pdt.G/2022/PN.Mlg di Pengadilan Negeri Malang, dengan agenda Sidang Pemeriksaan Setempat (PS) yang dilaksanakan di objek sengketa yaitu Rumah Dinas TNI yang saat ini digunakan sebagai Kantor Satsik Ajenrem 083/BDJ di Jalan Kesatrian Nomor E-6 RT 006 RW 001 Kelurahan Kesatrian Kecamatan Blimbing Kota Malang, pada Jumat (20/10/2023).

Pemeriksaan Setempat dalam perkara perdata ini adalah pemeriksaan atau sidang yang dilakukan oleh Majelis Hakim Perdata di tempat objek yang sedang disengketakan. Majelis Hakim tersebut datang ke tempat objek perkara tersebut untuk melihat secara langsung keadaan objek atau tanah yang disengketakan.

Sidang PS dipimpin ketua Majelis Hakim Harlina Reyes, S.H., M.Hum, Safruddin, S.H., M.H. (Hakim Anggota I) dan Natalia Maharani, S.H., M.Hum serta Panitera Pengganti Ari Lancana P., S.H., M.H. Hadir pula Pihak Penggugat dan Kuasa Hukum Tergugat I (Kemenhan) dalam hal ini Kakumdam V/Brawijaya ikut hadir menyaksikan dan Kuasa Hukum Tergugat II (BPN/ATR Kota Malang) dilanjutkan dengan memeriksa objek yang menjadi sengketa a quo.

Mewakili keluarga penggugat Edwina Dewi mengungkapkan bahwa pengosongan rumah sengketa karena adanya tekanan, ia berharap rumahnya bisa kembali.

“Saya kepingin rumah itu kembali sesuai dengan bukti yang ada, dulu pernah mengajukan surat pengurusan sertifikat pihak RT dan RW tidak mau tanda tangan,” ujarnya usai sidang pemeriksaan setempat, (PS) Jumat (20/10/2023).

Dewi juga menjelaskan gugatan dilayangkan karena pengosongan rumah secara paksa, bahkan pernah ditawari Rp 200 juta.

“Kami rumah tersebut sejak tahun 1968, dari Denzibang kami sudah mendapat SP-3, kami sempat dinego Rp. 200 juta, kalau ibu tidak mau, ibu tidak dapat apa,” jelasnya.

Dirinya menambahkan jika itu rumah dinas harusnya ada tulisan rumah dinas.

“Kalau itu memang rumah dinas, bapak saya pensiun, kami ya pergi dong. Lha ini kita sudah menempati sampai 60 tahun, sidang PS diketahui surat tanah seluas 320 m2, padahal luas tanah 742 m2, sebelah rumah sudah buat sendiri 110 m2. Ada SHP seluas 23.000 batasnya sampai di mana saya tidak tahu, dan kita membayar PBB selama menempati sampai sekarang,” imbuhnya.

Sementara, Kepala Hukum Kodam V/Brawijaya, Kolonel Chk (K) Herti J. Ambarita, S.H., M.H. menerangkan objek yang disengketakan telah terbit sertifikat.

“Bahwa tanah objek yang disengketakan telah terbit Sertifikat Hak Pakai Nomor 39/Kel. Kesatrian Kec. Blimbing, Kota Malang a.n. Pemerintah RI cq. Kemhan RI seluas 23.129 m2, tercatat dalam Buku Inventaris BMN dengan Kode Barang Tanah Nomor 2.01.01.04.001.169 a.n. Kemhan cq. TNI AD cq. Kodam V/Brw di Kementerian Keuangan selaku Pengelola BMN, sehingga tidak ada kepentingan Penggugat yang dirugikan atau Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum/legal standing,” terangnya.

Tanah dan bangunan objek sengketa merupakan bagian dari komplek TNI AD adalah Barang Milik Negara TNI AD cq. Kodam V/Brw berupa Rumah Dinas/Rumah Negara Golongan II, Sertifikat Hak Pakai Nomor 39/Kel. Kesatrian Kec. Blimbing, Kota Malang a.n. Pemerintah RI cq. Kemhan RI seluas 23.129 m2, tercatat dalam Buku Inventaris BMN dengan Kode Barang Tanah Nomor: 2.01.01.04.001.169 dan Kode
Barang Bangunan Nomor: 4.01.02.02.007. 167 a.n. Kemhan cq. TNI AD cq. Kodam V/Brw di Kementerian Keuangan selaku Pengelola BMN yang tanahnya diperoleh dari Penyerahan Belanda pada tahun 1955.

“Penggugat adalah anak Purnawirawan TNI AD Alm. Letkol Purn H. Moch Umbaran, merupakan penghuni objek sengketa Rumah Dinas/Rumah Negara TNI AD di Jalan Kesatrian E-6 RT. 006 RW. 001 Kelurahan Kesatrian Kecamatan Blimbing Kota Malang berdasarkan Surat Izin Penempatan Rumah (SIPR) atas nama Dina Christy Saptania, S.Pd. anak dari Alm. Letkol Purn H. Moch Umbaran yang dikeluarkan oleh Asisten Logistik Panglima Kodam V/Brawijaya,” jelasnya.

Kepala Hukum Kodam V/Brawijaya,
Kolonel Chk (K) Herti J. Ambarita, S.H., M.H. lebih lanjut menjelaskan, Surat Izin Penempatan Rumahan (SIPR) maupun nomor objek pajak (NOP) bukan bukti kepemilikan.

“Surat Izin Penempatan Rumahan (SIPR) maupun Nomor Objek Pajak (NOP) atas nama Dina Christy Saptania, S.Pd. salah satu anak dari Alm. Letkol Purn H. Moch Umbaran bukan merupakan bukti hak kepemilikan atas objek sengketa,” jelasnya.

Semasa orang tua Penggugat saat masih berdinas aktif sebagai Prajurit TNI AD menghuni Rumah Dinas/Rumah Negara TNI AD di Jalan Kesatrian E-6 RT. 006 RW. 001 Kelurahan Kesatrian Kecamatan Blimbing Kota Malang.

“Berdasarkan Surat Izin Penempatan Rumah (SIPR) yang dikeluarkan oleh Asisten Logistik Panglima Kodam V/Brawijaya. Surat Izin Penempatan Rumahan (SIPR) dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan, dan orang tua Penggugat berserta keluarga tidak akan bisa menghuni Rumah Dinas/Rumah Negara TNI AD tersebut apabila bukan Prajurit TNI AD,” lanjutnya.

“Setelah orang tua Penggugat meninggal dunia, Penggugat sebagai anak dan bukan seorang TNI masih menguasai/menempati Rumah Dinas/Rumah Negara TNI AD di Jalan Kesatrian E-6 RT. 006 RW. 001 Kelurahan Kesatrian Kecamatan Blimbing Kota Malang padahal seharusnya objek tersebut dikembalikan kepada pihak TNI,” bebernya.

Hal itu Berdasarkan Pasal 1 ayat (6), Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara jo. Pasal 51 ayat (1), Pasal 61 huruf b Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pembinaan Rumah Negara di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

“Maka sudah jelas bahwa Penggugat tidak mempunyai hak untuk menempati objek sengketa setelah orang tua Penggugat meninggal dunia, karena Penggugat bukan Prajurit/PNS TNI AD dan orang tua Penggugat hanya diberikan hak untuk tinggal tetapi tidak dapat dimiliki/diwariskan dan objek sengketa akan kembali kepada negara untuk ditempati oleh Prajurit TNI AD yang masih berdinas aktif, dengan demikian Penggugat adalah penghuni ilegal/liar dan dapat diambil tindakan tegas sesuai Peraturan Perundang-undangan,” imbuhnya.

Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 34 K/Sip/1960 tanggal
3 Februari 1960, yang menyatakan “Surat Petuk Bumi (sekarang PBB) bukan merupakan suatu bukti mutlak bahwa tanah sengketa adalah milik orang yang namanya tercantum dalam surat bumi dan bangunan tersebut”.

Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut merawat membayar listrik, air, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu kewajiban Penghuni Rumah Dinas/Rumah Negara, ini tertuang dalam Surat Izin Penempatan Rumah (SIPR).

“Bahwa Surat Izin Penempatan Rumah (SIPR) dan Nomor Objek Pajak (NOP) a.n. orang tua/keluarga Penggugat bukan merupakan bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan,” tandasnya.

“Bahwa di dalam Surat Izin Penempatan Rumah (SIPR) telah tertulis ketentuan pemberian izin berlaku selama 5 (Lima) tahun dan dapat dicabut karena kepentingan Dinas TNI AD/kodamV/Brawijaya,” bebernya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, sudah sangat jelas bahwa dasar kepemilikan Tergugat atas objek sengketa sah menurut hukum dan telah tercatat sebagai Barang Milik Negara.

“Jadi, tidak berdasar jika Penggugat mengaku sebagai pihak yang berhak dan harus diutamakan dalam mengajukan hak berupa sertifikat, orang tua Penggugat hanya diberikan hak untuk tinggal di saat masih aktif sebagai anggota TNI AD, dan tidak dapat untuk dimiliki/diwariskan dan objek sengketa harus dikembalikan kepada negara setelah orang tua Penggugat meninggal dunia,” pungkasnya.

Pewarta : Rohim Alfarizi
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki