Diduga Palsukan Akta Tanah, Ustadz di Singosari Dilaporkan Eks Mertua

BACAMALANG.COM – Seorang ustadz berinisial MAM di salah satu pondok pesantren di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari harus berurusan hukum.

MAM dilaporkan oleh mantan mertuanya, Ngatmiasih ke Polres Malang atas dugaan tindak pidana membuat dan menggunakan akta otentik palsu. Ngatmiasih melaporkan MAM pada tahun 2018 silam.

Perkara tersebut sempat terhenti beberapa waktu. Namun, saat ini Polres Malang telah melimpahkan kepada Kejaksaan Negeri atau Kejari Kabupaten Malang setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap alias P-21.

Hal itu diterangkan dalam surat bernomor B/2776/VII/2020/Reskrim tertanggal 18 Juli 2020 yang ditandatangani Kasat Reskrim Polres Malang, AKP Tiksnarto Andaru Rahutomo. Pada surat tersebut juga disebutkan jika MAM sudah berstatus sebagai tersangka. Tersangka MAM dan barang bukti pun sudah diserahkan kepada jaksa penuntut umum atau JPU.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Seksi Pidana Umum atau Kasi Pidum Kejari Kabupaten Malang, Sobrani Binzar menyampaikan bahwa perkara tersebut kini masuk dalam penyidikan pihaknya.

“Baru SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, red) mas,” kata pria yang akrab disapa Banie itu, Kamis (30/7/2020).

Sementara itu, Kuasa Hukum Ngatmiasih dari Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Malang, Andi Rachmanto SH, menyampaikan jika pihaknya selama ini sudah intensif mengawal perkara tersebut.

“Perkara ini dikuasakan kepada kami pada pertengahan 2019 setelah sebelumnya sempat berhenti. Pasca itu, kami terus berupaya dan melakukan komunikasi dengan penyidik dan saat ini berkas telah dilimpahkan ke Kejaksaan,” ujar pria yang juga menjabat Ketua LBH Malang ini.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Malang atau Unisma tersebut menambahkan, dalam perkara ini MAM dapat dikenakan pasal 263 juncto pasal 264 KUHP tentang memalsukan surat atau membuat surat palsu.

“Terlebih unsur yang dipalsukan akta otentik, yang mana ancamannya paling lama 8 tahun penjara. Selanjutnya, kami akan terus mengawal perkara ini dengan melakukan penggabungan perkara pidana dan perdata. Mengingat saat ini obyek masih dikuasai oleh pihak tersangka. Sebelum-sebelumnya tersangka juga sering melakukan ‘perniagaan’ di ponpes tersebut. Semuanya akan kita usut dan ponpes akan dikelola kembali oleh pihak bu Ngatmiasih,” terang Andi.

Di tempat terpisah, Ngatmiasih merasa bersyukur karena perkara tersebut sudah dilimpahkan kepada Kejari. Dia berharap bisa mendapat keadilan.

“Saya sudah dirugikan atas klaim tanah yang dilakukannya. Tanah itu tanah saya yang diperuntukkan sebagai pondok pesantren. Tetapi kejamnya sejak diklaim sepihak. Saya yang dulu mertuanya sudah tidak dilibatkan untuk mengelola pondok lagi. Bahkan saya sudah tidak tinggal disitu lagi,” tutur Ngatmiasih. (mid/yog)