Usung Konsep Jadul dan Boso Walikan, Kedai Kopi Sebastien Hadir di Kayutangan

Tampilan bar kedai kopi Sebastien. (Istimewa)

BACAMALANG.COM – Malang dikenal sebagai daerah dengan beragam produk kopinya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kedai kopi untuk berbagai kalangan mulai segmen middle-up sampai kopi pasar di pelosok kampung.

Seperti kedai kopi Sebastien, yang hadir di kawasan heritage Kayutangan Kota Malang, tepatnya di sebuah rumah lawas di Jalan Basuki Rahmad gang VIII. Seperti rumah induknya, kedai kopi ini juga mengusung konsep vintage alias jadul.

“Selain tetap mengenalkan kopi-kopi Indonesia, tujuannya agar kawasan Kayutangan Heritage sesungguhnya yang berada di kampung juga semakin dikenal wisatawan maupun masyarakat, bukan hanya yang di pinggir jalan raya saja,” ungkap pengelola Sebastien Didik Sapari kepada BacaMalang.com, Minggu (20/5/2023).

Didie menambahkan, kedai kopi ini merupakan kerja sama dengan rekannya si pemilik rumah lawas tersebut.

Ia mengaku tidak mengubah atau merestorasi rumah dua lantai dengan luas sekitar 100 meter persegi yang dibangun sekitar tahun 1960-an dengan mengusung arsitektur jengki tersebut.

“Semuanya masih asli, baik itu rumahnya sendiri, cat tembok maupun perabotnya, bahkan lantai keduanya yang dibuat dari kayukati dan rel kereta api. Saya hanya menyesuaikan untuk konsep menjadi kedai kopi saja, bahkan nama pemiliknya saya jadikan nama warungnya, dengan sedikit plesetan agar bergaya Belanda,” bebernya.

Menu dengan tiga bahasa, yakni Indonesia, Jawa dan Ngalam (walikan) di kedai kopi Sebastien. (Istimewa)

Owner kedai kopi Klodjen Djaja yang juga bergaya kuno ini mengatakan, tujuan lain dari kedai kopi yang beroperasi perdana bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional ini adalah mengenalkan bagian-bagian bersejarah di Kayutangan, salah satunya dam yang akhirnya menjadi sungai yang membelah kampung tersebut.

“Sungai tersebut ternyata dibuat Belanda untuk supplai air ke perkebunan tebu di daerah Kebon Agung,” terangnya.

Oleh karena itu, Didik juga bekerjasama dengan sejumlah komunitas seperti Malang Walk Heritage, Malang Old Photo serta Jelajah Jejak Malang, dengan menjadikan kedainya sebagai pit stop saat komunitas-komunitas tersebut melakukan heritage trail, yang biasanya dilaksanakan di akhir pekan khususnya Sabtu dan Minggu.

Namun yang pasti, alumnus UB ini ingin kembali mengangkat Malang kembali ke akar, salah satunya lewat bahasa.

“Saya merasa anak-anak sekarang banyak yang bergaya bahasa ke-jakarta-jakarta-an, jadi tak ada salahnya saya coba mengenalkan kembali bahasa Jawa, khususnya bahasa Walikan Malangan,” tegasnya.

Hal ini ia terapkan di menu yang berkonsep tak kalah unik. Menu kedai kopi Sebastien menggunakan tiga bahasa, yakni Indonesia, Jawa dan Walikan.

“Jika memesan pakai bahasa Jawa lebih murah dari yang bahasa Indonesia, dan semakin murah lagi kalau pakai bahasa Malangan,” paparnya.

Agar pengunjung dapat menggunakan bahasa Walikan tersebut, ia sudah menyediakan semacam catatan kecil sejumlah kosa kata yang biasa dipakai untuk berkomunikasi saat bertransaksi di kedainya.

Ia berharap hadirnya kedai kopi ini dapat ikut menyemarakkan Kota Malang sebagai kota wisata, khususnya lewat wisata heritage di Kayutangan. Kedai kopi ini beroperasi setiap hari mulai pukul 07.00 pagi hingga 21.00 malam.

Pewarta : Nedi Putra AW
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki